BOGOTA. Konferensi Internasional ke-8 La Via Campesina, yang diadakan di Bogota, Kolombia, setelah jeda selama enam tahun karena pandemi COVID-19, dipenuhi dengan kegembiraan bahkan sebelum dibuka. Konferensi dibuka pada tanggal 3 Desember, tetapi sebelum itu, Pertemuan Pemuda La Via Campesina ke-5 diadakan pada tanggal 1 Desember. Dalam pertemuan ini, perwakilan dari Serikat Petani Indonesia (SPI) adalah Afgan Fadilla, yang saat ini menjabat sebagai Kepala Badan Kampanye Hak Asasi Petani SPI serta Ropikotul Mualimah, anggota SPI Banten. Tema yang diambil dalam Pertemuan Pemuda kali ini adalah Bersatu dalam Keberagaman, Petani Muda Merubah Dunia. Ada 4 isu yang menjadi isu prioritas dalam pertemuan ini, yakni krisis generasi petani, perubahan iklim dan agroekologi, teknologi digital dalam pertanian dan Implementasi UNDROP. Tema dan isu-isu prioritas tersebut merupakan hasil usulan dari Pertemuan Artikulasi Pemuda Internasional yang diselenggarakan sebelumnya di Banten, Indonesia pada Maret lalu.
Dalam pertemuan ini, krisis generasi petani merupakan pembahasan yang krusial mengingat mayoritas pemuda cenderung lebih tertarik untuk bekerja di sektor non-pertanian di perkotaan. Situasi ini dipicu akibat situasi petani di dunia yang belum sejahtera. Hal ini terjadi akibat belum terpenuhinya atau masih dilanggarnya hak-hak mendasar para petani. Seluruh peserta pertemuan sepakat bahwa peran petani muda amatlah sentral dalam mengatasi permasalahan ini, yakni peran dalam memperkuat gerakan menuju pemenuhan hak-hak petani serta peran dalam menginspirasi pemuda-pemuda lain untuk tidak ragu untuk bertani.
Dalam isu perubahan iklim dan agroekologi, peserta pertemuan sepakat bahwa perubahan iklim berdampak sangat merugikan bagi pertanian petani dan solusi untuk mengatasinya harus datang dari petani itu sendiri, bukan solusi yang dibawa oleh korporasi. Agroekologi merupakan jawaban untuk perubahan iklim dan pemuda harus yang terdepan dalam mempraktikkan dan mengadvokasi model pertanian berkelanjutan ini.
Pada isu yang ke-3, teknologi digital dalam pertanian, peserta pertemuan bersama-sama menyuarakan bahwa penggunaan teknologi tidak boleh diaplikasikan hanya dengan alasan efisiensi dan produktifitas tapi juga harus mempertimbangkan pendapatan petani serta keberlanjutan. Pada isu prioritas terakhir, Implementasi UNDROP (Deklarasi PBB tentang Hak Asasi Petani dan Orang yang Bekerja di Pedesaan), seluruh peserta sepakat bahwa implementasi UNDROP harus terus diperkuat. Dalam pembahasan isu ini, Afgan Fadilla berkesempatan untuk berbagi tentang kegiatan terkait yang telah dilakukan SPI serta langkah ke depan yang dapat diambil.
“Di Indonesia, kita telah melakukan berbagai kegiatan untuk terus mendorong penerapan UNDROP seperti pendidikan, dialog dengan pemerintah, pembuatan laporan pelanggaran dan unjuk rasa. Rencana ke depan yang harus dilakukan untuk UNDROP adalah dengan membantu kerja-kerja dari Kelompok Kerja UNDROP yang baru disetujui pembentukannya oleh Dewan HAM PBB belum lama ini. Kelompok Kerja ini berfungsi mengawasi penerapan UNDROP di tingkat nasional sehingga penting bagi kita untuk berperan aktif dalam memberikan data aktual yang terjadi di lapangan” tutur Afgan
Setelah membahas 4 isu prioritas tersebut, pertemuan dilanjutkan dengan memformulasikan rencana-rencana aksi untuk tahun 2024-2028 yang diambil dari hasil pembahasan 4 isu prioritas. Adapun pertemuan ini ditutup dengan Pembacaan Deklarasi Pertemuan Pemuda La Via Campesina ke-5. Deklarasi tersebut dapat dibaca di sini.