MEDAN. Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Serikat Petani Indonesia (SPI) Sumatera Barat mendatangi Kantor Staf Presiden (KSP) guna mengadukan sengketa agraria yang dialami petani anggotanya (13/04).
Ketua DPW SPI Sumatera Barat Rustam Effendi menyampaikan, konflik agraria telah memakan banyak korban baik harta maupun nyawa, seperti yang terjadi di Kinali, Kabupaten Pasaman Barat telah terjadi konflik agraria antara SPI Basis Batang lambau dengan PTPN VI semenjak tahun 1982. Pada tahun tersebur, pihak PTPN VI melakukan penggusuran sawah, ladang dan perkampungan Masyarakat Batang Lambau, bukan hanya itu sampai-sampai pemakaman umum pun dijadikan perkebunan kelapa sawit oleh pihak PTPN VI, penggusuran ini dengan mengunakan tenaga militer.
“Segala upaya telah dilakukan mulai dari perjuangan di tingkat kabupaten dengan melaksanakan berbagai pertemuan apakah dengan bupati, BPN, DPRD dan Kantor Pertanahan, begitu juga di tingkatan Propinsi dan Kementerian namun sampai saat ini belum ada titik terang,” kata Rustam.
Rustam Effendi mengungkapkan, sesuai dengan Nawacita Jokowi-JK bahwa reforma agraria merupakan pintu gerbang dan upaya membongkar ketidakadilan Agraria yang telah berlangsung semenjak orde baru. Pemerintah jokowi-JK mesti melakukan percepatan penyelesaian sengketa agraria agar kemandirian rakyat terbangun dan tidak berhenti hanya sekedar menjadi slogan.
“Kami berharap dengan diterimanya Pengaduan ke KSP ini ada celah proses penyelesaian konflik agraria yang telah menahun,” tuturnya.
“Selain konflik di Batang Lambau, sebagai soidaritas, kami juga melaporkan kriminalisasi Ketua SPI di Kabupaten Merangin Jambi Ahmad Azhari,” tambahnya.
Senada dengan Rustam Effendi, Nazar Ikhwan selaku hakim tunggal adat serta Ketua KAN Nagari Kinali Sumatera Barat menyampaikan, seluruh tanah ulayat yang telah berpindah menjadi tanah konsesi HGU (Hak Guna Usaha) maka sehabis masa berlakunya HGU mesti dikembalikan ke masyarakat adat. Hal ini sesuai dengan Hukum Agraria Masyarakat Adat Minangkabau yakni “Kabau Pai, Kubangan Tingga” yang bermakna sehabis berlakunya HGU maka tanah dikembalikan pada masyarakat adat sebagai pemilik sah.
“Jadi semestinya Pihak PTPN secara sadar sehabis berlaku HGU, maka dikembalikanlah pada masyarakat adat seperti yang tertuang pada UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria) No.5 Tahun 1960 yang menyatakan bahwa hukum agraria Indonesia bersumberkan hukum adat,” ungkapnya Nazar Ikhwan yang juga Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Pasaman Barat.
Menanggapi hal ini, Abetnego Tarigan selaku tenaga ahli KSP menyampaikan, saat ini KSP sedang berusaha semaksimal mungkin dalam upaya penyelesaian sengketa agraria.
“Semoga saja dalam enam bulan ini ada produk hukum yang telah ditandatangani oleh Bapak Presiden Jokowi guna terlaksananya percepatan penyelesaian sengketa agraria,” imbuhnya
Pertemuan ini ditutup dengan penyerahan satu bundel kasus agraria yang ada di kabupaten Pasaman Barat.