PADANG. Serikat Petani Indonesia (SPI) Sumatera Barat (Sumbar) meragukan data-data yang diungkapkan Gubernur Sumatera Barat tentang produksi padi dalam laporan keterangan pertangungjawaban (LKPj) tahun 2009 dan LKPj akhir masa jabatan gubernur (15/05). Keraguan SPI ini mencuat seiring makin menyempitnya lahan pertanian akibat terdesak laju pembangunan dan konversi lahan. Menurut catatan SPI Sumbar, di Kabupaten Pesisir Selatan sekitar 1.293 hektar berkurang dalam lima tahun terakhir, yang tersisa hanya 30.466 hektar dengan kepemilikan lahan 0,36 hektar per rumah tangga petani.
Bantahan ini berdasarkan laporan keterangan pertangungjawaban (LKP) tahun 2009 dan LKPj akhir masa jabatan gubernur, penguatan perekonomian daerah secara langsung dipengaruhi kondisi ketersediaan pangan terutama tingkat kecukupan beras. sektor pertanian masih menjadi primadona (ungulan) perekonomian sumbar. Ini dapat dilihat, selama empat tahun terakhir, tingkat kontribusi sektor pertanian terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) berada diatas 20 persen. Presentase tingkat kontribusi sektor pertanian tahun 2009 sebesar 23,75 persen. Meski sedikit menurun dari tahun 2008 yang mencapai 24,05 persen, namun masih berada di urutan teratas setelah sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan kontribusi 17,99 persen. Sementara sektor industri pengolahan menempati posisi ketiga dengan kontribusi sebesar 12, 11 persen.
Marlis Rahman, Gubernur Sumbar mengatakan bahwa dari segi produksi provinsinya mengalami surplus sehingga ketersediaan beras dalam keadaan stabil. Produksi padi sejak 2005 hingga 2009 cendrung meningkat, kecuali tahun 2006. tingkat produksi padi tahun 2005 sebesar 1.907.390 ton, dengan kebutuhan 570.792ton sehingga terjadi kelebihan dan surplus yang cukup besar. Begitu juga di tahun 2007, tingkat produksi padi meningkat jadi 1.938.120 ton, dengan kebutuhan sebesar 578.877 ton.
Marlis menambahkan bahwa untuk tahun 2009, tingkat produksi padi mencapai 2.105.780 ton, serta ketersediaan beras 1.172.780ton, padahal kebutuhan beras hanya 594.239 ton, sehinga terjadi surplus beras sebesar 578.361 ton. Begitu juga dengan ketersediaan pangan hewani, terutama daging dan ikan yang juga mengalami surplus, dimana ketersediaan produksi daging mencapai 33.812 ton. Sementara kebutuhan hanya 8.221 ton, terjadi surplus 25.591 ton. Ketersediaan komoditi ikan mencapai 215.073 ton, dengan kebutuhan hanya sebesar 105.521 ton.
Sukardi Bendang, Ketua Badan Pelaksana Wilayah (BPW) SPI sumbar kembali membantah data-data yang disebutkan oleh Gubernur tersebut. Sukardi mencontohkannya dengan alih fungsi lahan yang terjadi di Kabupaten pasaman barat. Sebelum tahun 1990 daerah tersebut termasuk sentra produksi beras dengan luas sawah tidak kurang dari 27.168 hektar, namun sesudah masuk perkebunan sawit sejak tahun 1981 terjadi penurunan luas sawah. Tahun 2005 luas sawah di pasaman barat tercatat 16.127 hektar. Dalam periode tahun 2005 sampai 2007 terjadi penurunan kumulatif seluas 1.287 hektar. Jadi sawah yang tersisa hanya pada tahun 2007 hanya seluas 14.840 hektar dan 4.953 hektar di antaranya ditanami tanaman jagung.
“Selain itu, di Kabupaten Lima Puluh Kota juga terjadi penurunan produksi dan luas produksi. Pada data yang terdapat dalam Lima Puluh Kota dalam angka dan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2009, produksi padi (GKB) tahun 2008 adalah sebesar 208.531 ton dengan luas panen 43.451 hektar. Jika dibanding produksi tahun 2008 dengan tahun 2007 sebesar 218.542 ton dengan luas panen 46.140 hektar terjadi penurunan produksi sebesar 7,33 persen dan penurunan luas hingga 5,80 persen” ungkap Sukardi.
Sukardi menambahkan bahwa produksi di Limapuluh Kota pada tahun 2008 jauh menurun dibanding tahun 2006 dengan jumlah produksi sebesar 202.971 ton dengan luas panen 43.200 hektar. Dari data ini jelas terjadi penurunan luas panen tahun 2008 dibanding tahun 2007 sebesar 2.669 hektar, sementara pencetakan sawah baru di Limapuluh Kota tidak signifikan, bahkan alih fungsi lahan menjadi semakin pesat akibat laju pembangunan.
“Dari data di atas terjadi penyempitan luas lahan sehingga sangat mustahil produksi padi Sumbar dapat melebihi target. Apalagi selama tahun 2009 para petani dipersulit dengan kelangkaan dan mahalnya pupuk, pengairan dan persoalan lainnya. Ditambah lagi akhir tahun 2009 produksi padi Sumbar juga sedikit terganggu di beberapa kabupaten akibat gempa” tambah Sukardi.