LIMA PULUH KOTA. Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Serikat Petani Indonesia (SPI) Sumatera Barat (Sumbar) menyelenggarakan pendidikan pertanian berkelanjutan di Kecamatan Luhak Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Pendidikan yang dilaksanakan selama seminggu ini (14-20 Januari 2012) dilaksanakan di Pusdiklat Pertanian Dewan Pengurus Basis (DPB) SPI Sibaladuang dan diikuti oleh puluhan petani dari Kabupaten Pasaman Barat, Pasaman, Agam, Lima Puluh Kota, dan Padang Pariaman.
Sukardi Bendang, Ketua Badan Pelaksana Wilayah (BPW) SPI Sumbar menyampaikan bahwa pendidikan kali ini cukup istimewa karena dilaksanakan di atas tanah reklaiming seluas 66 Ha.
“Pusdiklat ini memiliki kebun organik seluas tiga Ha dan berada dalam lahan reklaiming seluas 66 Ha yang sudah ditelantarkan lebih dari 10 tahun, saat ini tengah terjadi sengketa menyangkut tanah tersebut, pihak masyarakat Sibaladuang mengklaim tanah terlantar tersebut sebagai ulayat nagari, sementara pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lima Puluh Kota mengkategorikan tanah ini sebagai tanah terlantar dan sedang didata oleh BPN Lima Puluh Kota,” papar Sukardi.
Sukardi juga mengungkapkan, pendidikan pertanian berkelanjutan kali ini juga menjadi penegasan bahwa petani SPI mampu mengelola tanah terlantar menjadi tanah pertanian pangan.
Sementara itu, pendidikan kali ini diikuti oleh puluhan peserta dari beberapa wilayah di Sumatera Barat. Pemateri yang hadir juga cukup berkompeten.
Albadri Arif, Ketua Biro Pendidikan DPW SPI Sumbar yang juga bertindak sebagai pemateri menyampaikan bahwa alur pendidikan pertanian berkelanjutan ini menggunakan pendekatan pada kenyataan yang dialami sehari-hari di tempat masing-masing, baik materi wawasan maupun praktek.
“Kami mengajak peserta untuk memeriksa kembali antara materi dengan kenyataan dan keadaan di masing tempat peserta,” ungkapnya.
Hal senada juga diungkapkan Jhontra Putra Efendi, pemateri yang juga alumni sekolah lapang pertanian berkelanjutan Pusdiklat nasional SPI angkatan II. Selama pendidikan berlangsung, dia menyampaikan bahwa terjadi diskusi saling mengisi sesama peserta, seperti bahan-bahan untuk membuat kompos, bokashi,ataupun ramuan-ramuan nabati lainya.
“Diskusi saling mengisi ini misalnya juga soal bagaimana bagi peserta yang di tempat nya tidak ada dedak, maka diisi dengan serbuk gergaji, demikian juga dengan tetonia (binga kuning), ini bisa di ganti dengan ekstrak coklat yang di campur air. Saling mengisi ini juga diperkaya oleh peserta yang berasal dari peternak,” papar Jhontra.
Di tempat terpisah, Ketua Departemen Pendidikan, Pemuda, Budaya dan Kesenian SPI, Syahroni mengemukakan bahwa pendidikan kali ini bertujuan untuk membangun pemahaman dan kesadaran peserta atas persoalan yang melingkupi dunia pertanian berkelanjutan dan menyiapkan kader-kader pertanian berkelanjutan SPI.
“Dan yang tidak kalah penting adalah bahwa pendidikan kali ini juga sebagai penegasan bahwa petani SPI mampu mengelola dan penataan tanah terlantar menjadi lahan pertanian pangan yang produktif,” tambah Syahroni.