SLEMAN. Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Serikat Petani Indonesia (SPI) Yogyakarta meminta pemerintah daerah mencegah alih fungsi lahan yang semakin marak terjadi. Menurut Ketua Badan Pelaksana Wilayah (BPW) SPI Yogyakarta Tri Hariyono, alih fungsi lahan pertanian produktif paling tinggi terjadi di Kabupaten Sleman, yang jumlahnya mencapai 40 persen per tahun.
“Kami khawatir lahan pertanian akan tergerus oleh proyek properti. Jika ini dibiarkan Yogyakarta akan sulit berdaulat pangan,” kata Tri Haryono di Sleman. (09/10).
Padahal menurut Tri, Pemerintahan Daerah (Pemda) telah memiliki Peraturan Daerah (Perda) No. 10 Tahun 2011 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan (PLP2B). Perda tersebut menetapkan lahan pertanian yang dilindungi seluas 35.911 hektare, yang terdiri atas 12.377,59 hektae di Kabupaten Sleman, 5.029 hektare di Kulon Progo, 13.000 hektare di Bantul, dan 5.500 hektare di Gunung Kidul.
“Sayangnya sosialisasi atas perda ini masih kurang, jadi masih banyak kami petani yang tidak mengetahuinya,” tutur Tri.
Tri Haryono menambahkan, SPI Yogyakarta bersama para petani anggotanya akan terus berusaha menjaga kedaulatan pangan daerahnya dengan tidak mengalihfungsikan lahannya, dan memanfaatkan lahan-lahan yang belum diolah (wedi kengser).
“Jika lahan terbatas, kami juga masih bisa memanfaatkan ‘wedi kengser’ yang ada di bantara-bantaran sungai untuk diolah dan ditanami tanaman produktif. Di Dusun Sidorejo, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman, Yogyakarta, SPI juga berhasil mengolah dan memanfaatkan lahan bekas erupsi Merapi menjadi produktif,” tambahnya.