Kami adalah koalisi ormas yang selama ini bekerja dalam Jaringan Advokasi Petani Pemulia Tanaman, telah melakukan pembelaan tehadap petani pemulia benih yang mengalami kriminalisasi dan diskriminasi; mempromosikan hak asasi petani; dan melakukan permohonan uji materi Undang-Undang Sistem Budidaya Tanaman.
Kami telah mendapatkan informasi tentang adanya Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Hortikultura Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam Perkara Nomor 20/PUU-XII/2014 di Mahkamah Konstitusi, yang diajukan oleh Asosiasi Produsen Perbenihan Hortikultura, dan beberapa individu.
Inti dari permohonan Para Pemohon adalah mempersoalkan isi dari Pasal 100 Ayat (3) dan Pasal 131 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Holtikultura, yang isinya sebagai berikut :
“Pasal 100
(3) Besarnya penanaman modal asing dibatasi paling banyak 30% (tiga puluh persen).”
“Pasal 131
(2) Dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sesudah Undang-Undang ini mulai berlaku, penanam modal asing yang sudah melakukan penanaman modal dan mendapatkan izin usaha wajib memenuhi ketentuan dalam Pasal 100 ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5).”
Para Pemohon mempertentangkan Pasal-pasal tersebut di atas dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yaitu terhadap :
Pasal 27
(2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Pasal 28C
(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.
Pasal 28D
(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Pasal 33
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.”
Para pemohon dalam permohonannya pada intinya memintakan kepada Mahkamah untuk:
1) Menyatakan Pasal 100 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura, konstitusional bersyarat sepanjang ditafsirkan tidak berlaku bagi sektor perbenihan; dan
2) Menyatakan Pasal 131 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura,konstitusional bersyarat sepanjang ditafsirkan tidak berlaku bagi sektor perbenihan holtikultura.
Alasan-alasan dari para pemohon Uji Materiil Undang-Undang Hortikultura yang termaktub dalam Risalah Sidang Selasa, 18 Maret 2014 dalam Perkara Nomor 20/PUU-XII/2014 menyatakan :
“….. ketika memasukkan sektor perbenihan di dalam konsep pembatasan modal asing ini, akan berdampak ke sektor farmingnya, akan berdampak ke sektor hilirnya, sampai ke penunjangnya, yang kerugiannya antara lain:
1. Investasi dan atau investor-investor asing keluar dari Indonesia;
2. Para investor akan memindahkan investasinya ke negara-negara lain;
3. Kita harus mengimpor benih dan kita harus mengimpor sayuran dan buah-buahan.”
Mengetahui hal tersebut di atas koalisi/jaringan akan melakukan gugatan intervensi (cegah uji materi) terhadap Pengujian Undang-Undang Hortikultura dengan memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk menjadi Pihak Terkait yang didaftarkan hari ini, dengan alasan sebagai berikut :
1. Bahwa secara turun temurun, petani telah melakukan pemuliaan tanaman. Ketergantungan petani terhadap benih perusahaan justru diciptakan oleh kebijakan Negara melalui Revolusi Hijau, pemberlakuan Undang-Undang Sistem Budidaya Tanaman, serta adanya liberalisasi pertanian dan pangan.
2. Bahwa hal tersebut di atas mengakibatkan terjadinya monopoli oleh segelintir perusahaan benih trans-nasional dibidang benih, yaitu antara lain East West Seed. Monsanto, Cargill, Syngenta, DuPont, Bayer, dan lainnya.
3. Bahwa sebelumnnya, upaya para petani dalam memuliakan benih untuk memenuhi kebutuhan benih pertanian keluarga skala kecil terhalangi oleh praktek diskriminasi dan kriminalisasi yang dilakukan Negara berdasarkan Undang-Undang Sistem Budidaya Tanaman.
4. Bahwa putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 99/PUU-X/2012 atas Uji Materiil Undang-Undang Sistem Budidaya Tanaman telah memberikan kesempatan kepada para petani untuk menciptakan dan mengedarkan benih idaman bagi pertanian keluarga skala kecil.
5. Bahwa pembatasan investasi asing di bidang perbenihan sangat diperlukan untuk menghindari monopoli dan dominasi perusahaan trans-nasional atas perbenihan nasional.
6. Bahwa kebijakan impor holtikultura selama ini juga bersumber dari kebijakan Negara, bukan akibat dari ketidak mampuan petani dalam memproduksi benih dan menghasilkan produk holtikultura yang berkualitas.
7. Bahwa sudah saatnya Negara memberikan dukungan kepada para petani pemulia tanaman dan membatasi perusahaan trans-nasional di bidang benih.
8. Bahwa tidak benar selama ini perusahaan trans-nasional telah melakukan transfer teknologi di bidang perbenihan, justru yang ada adalah sebaliknya yaitu mereka mengambil plasma nutfah dan benih serta pemuliaan tanaman dari petani untuk dikembangkan sendiri oleh perusahaan dan didaftarkan sebagai varietas baru milik mereka.
9. Bahwa di setiap daerah bahkan pada setiap rumah tangga petani, para petani mempuyai kemampuan untuk memuliakan benih sesuai dengan kbutuhan daerahnya masing-masing, sehingga apabila perusahaan asing di bidang perbenihan hengkang dari Indonesia, dipastikan Indonesia tidak akan kekurangan benih.
10. Bahwa industri nasional di bidang benih juga tidak akan mati karena di tinggal investasi asing selama mereka mau bekerjasama dengan para petani pemulia tanaman.
11. Bahwa pembatasan investasi asing di bidang perbenihan merupakan pelaksanaan fungsi Pengaturan dari Hak Menguasai Negara atas kekayaan alam di bidang perbenihan untuk melindungi tujuan sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Hormat Kami
Para Pemohon Pihak Terkait/Pengguggat Intervensi
1. Henry Saragih, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI)
2. Gunawan, Ketua Eksekutif Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS)
3. Widyastama Cahyana, Direktur Eksekutif Farmer Initiatives for Ecological Livelihoods and Democracy (FIELD)
4. Muhammad Nur Uddin, Sekretaris Jenderal Aliansi Petani Indonesia (API)
5. Witoro, Ketua Badan Pengurus Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP)
6. Muhammad Riza Adha Damanik, Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ)
7. Prof. DR. Ir. Dwi Andreas Santosa, Ketua Umum Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (ABBTI)
8. Dwi Astuti Ketua Pengurus Yayasan Bina Desa Sadajiwa
9. Jefri Gideon Saragih Direktur Perkumpulan Sawit Watch
Kuasa Hukum (Tim Advokasi Jaringan Petani Pemulia Tanaman)
Benidikty Sinaga, Ecoline Situmorang, Henry David Oliver Sitorus, Janses E Sihaloho, Ridwan Darmawan, Riando Tambunan, Arif Suherman, Anton Febrianto, Priadi Talman, Dhona El Furqan, Rahmi Hertanti, Amrullah Khumaidi Wijaya
Jakarta, April 2014