JAKARTA. Perkembangan industri pertanian dan masifnya perampasan tanah oleh perusahaan multinasional dan pemerintah menyebabkan pemuda tergusur dari pedesaaan dan ancaman krisis regenerasi petani. Menyadari hal tersebut, sebagai rangkaian kegiatan peringatan Hari Pangan Sedunia 2020, Serikat Petani Indonesia (SPI) menyelenggarakan webinar pemuda internasional untuk menyuarakan dan mengajak seluruh pemuda untuk bersatu memperjuangkan kedaulatan pangan (20/20/2020).
Diskusi ini menghadirkan pembicara dari berbagai negara. Ada Marlan Ifantri Lase, pemuda SPI Sumatera Utara dan Tri Ema Marini, pemudi SPI Jawa Tengah, Estanislau Claudio Ximenes, pemuda dari Mokatil – Timor Leste, dan Navarat Siangsanan (Mob), pemuda Assembly of the Poor (AoP) asal Thailand. Sementara pesertanya berasal dari Asia Timur dan Asia Tenggara, hingga Asia Selatan, yang organisasinya tergabung dalam La Via Campesina (Gerakan Petani Internasional).
Henry Saragih, Ketua Umum SPI, dalam pembukaan acara menyampaikan kedaulatan pangan pada tingkat konsep dan praktek sesungguhnya harapan untuk umat manusia, harapan untuk para pemuda dimasa depan bisa menikmati kehidupan yang lebih baik.
“Para pemuda semua saya ingin mengingatkan bahwa sistem ekonomi dunia saat ini sangat kapitalistik, sangat rakus, tidak adil, dan merusak alam kita. Oleh karena itu anak muda harus memikirkan dan berjuang melawan ini. Saya mengajak anak muda mulai memikirkan hal-hal besar sampai menurunkannya di tingkat praktis. Saya dan jutaan petani di seluruh dunia percaya anak muda bisa memenangkan semua ini,” katanya dari Medan, Sumatera Utara.
Navarat Siangsanan (Mob), pemuda dari AoP menyampaikan, para petani AoP percaya kedaulatan pangan menjadi sistem alternatif mewujudkan pertanian yang berkelanjutan yang mensejahterakan.
“Berjuang untuk kedaulatan pangan artinya melingdungi dan merawat alam kami. Mewujudkan kedaulatan pangan tidak mudah, karenanya kami mulai dari kelompok-kelompok dan mempertahankannya. Kami belajar bersama, berbagi pengetahuan dan teknik pertanian, mengolah produk sendiri, dan menciptakan pasar alternatif. Kita pemuda mempunyai peran penting disini” tuturnya.
Selanjutnya, Tri Ema Marini, pemudi SPI asal Jawa Tengah melanjutkan, selama pandemic Covid-19 telah menyadarkan tentang pentingnya pertanian dan pemuda dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ketika kita dihadapkan pada situasi krisis ekonomi, kesehatan, dan kelaparan dimana-mana.
“Kami pemuda yang bekerja di pertanian tahu bahwa pandamik ini telah menyebabkan kerugian pada kita, tapi kami juga sadar kalau kami tidak boleh berhenti menanam, kami harus berbagi benih kepada masyarakat, berbagi hasil pertanian kepada masyarakat yang membutuhkan. Inilah yang bisa kami lakukan sebagai pemuda SPI selama pandemic. Kami bertahan, kami menanam, kami berbagi, kami menguatkan organisasi untuk menghadapi tantantangan yang lebih besar” kata Ema.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Estanislau Claudio Ximenes dari Timor Leste. Ia menekankan, selama pandemi covid-19, Mokatil mengorganisir mahasiswa, pemuda untuk memproduksi pangan dengan pendekatan menemukan masalah bersama dan menyelesaikan masalah secara bersama-sama.
“Kedaulatan pangan adalah konsep pemenuhan hak asasi manusia. Kami para pemuda sedang mempraktekkan konsep ini di lingkungan sekitar, organisasi, dan masyarakat. Di Timor Leste juga kami sedang membangun koperasi berbasis petani. Pemuda bahu-membahu membangun ini” ujar Claudio.
Marlan Ifantri Lase, pemuda SPI dalam pernyataannya menegaskan kembali pemuda harus disadarkan untuk mempertahankan area perdesaan, menjadi petani dan membangun kehidupan yang lebih baik.
“Menuntut para pemimpin untuk menghentikan kebijakan yang menggusur paksa pemuda dari pertanian kemudian menjalankan sistem kedaulatan pangan. Saat ini petani Indonesia sedang dihadapkan pada Omnibus Law UU Cipta Kerja. Aturan ini akan menghambat kedaulatan pangan, reforma agraria, dan merusak lingkungan. Sikap SPI adalah menolak aturan ini,” tegas Marlan.
“Mewujudkan kedaulatan pangan bukan sesuatu yang sulit selama para pemuda berjuang bersama-sama melawan neoliberalisme dan kapitalisme untuk reforma agraria, pertanian agroekologi, dan ekonomi koperasi. Semua itu hanya bisa dimenangkan melalui persatuan serta keterlibatan aktif pemuda dalam perjuangan.” Sambungnya.
Dalam kesempatan yang sama, Zainal Arifin Fuad, anggota Komite Koordinasi Internasional La Via Campesina Regional Asia Timur dan Asia Tenggara menyampaikan, sejak tahun 2018, UNDROP (Deklarasi PBB tentang Hak Asasi Petani dan Orang yang Bekerja di Pedesaan) sudah resmi dideklarasikan. Deklarasi ini bisa menjadi alat perjuangan pemuda karena ia menjamin hak petani, masyarakat pedesaan dan termasuk hak-hak pemuda.
“Tantangan kita ke depannya bagi SPI, Mokatil, AoP, dan juga La Via Campesina bagaimana memberikan harapan kepada pemuda pedesaan sehingga mereka tetap bertahan membangun kedaulatan pangan,” tutupnya.