JAKARTA. Konferensi Tingkat Menteri ke 11, saat ini tengah berlangsung di Buenos Aires Argentina,10-13 Desember 2017. Sejak pertama kali dirundingkan WTO (World Trade Organization, organisasi perdagangan dunia) hanya membicarakan berbagai kepentingan negara maju. Janji-janji untuk meningkatkan kesejahteraan dan pembangunan negara berkembang dan LDCs tidak pernah direalisasikan di atas meja perundingan.
Proposal putaran Doha yang mendorong berbagai aturan untuk kepentingan negara berkembang dan LDCs seperti domestic support, special product, special safeguard measures dan public stockholding for food security tidak pernah diselesaikan hingga hari ini. Kerap kali perundingan yang dilakukan hanya menghasilkan aturan yang berpihak pada kepentingan negara maju.
Liberalisasi ekonomi yang terjadi sejak keterlibatan Indonesia dalam WTO telah merubah struktur masyarakat Indonesia dari negara agraris penghasil berbagai produk hasil pertanian menjadi negara pengimpor. WTO hanya semakin memperkokoh struktur penindasan terhadap petani dan nelayan.
Ditambah lagi aturan penghilangan subsidi dalam aturan WTO telah berdampak pada menurunnya produktivitas pertanian dan perikanan akibat biaya tinggi produksi sehingga memudahkan produk impor dengan harga yang lebih murah. Hal ini berdampak barang-barang impor semakin dengan mudah membanjiri pasar domestic, bahkan menyebabkan penyerapan produk petani local semakin berkurang.
WTO juga telah berkontribusi pada pelemahan peran BULOG sebagai penyangga stabilisator harga pangan pokok sekaligus memberikan perlindungan bagi petani dan nelayan dari produk-produk impor. Bahkan saat ini peran BULOG semakin mengecil dan hanya sebagai importir resmi pemerintah.
Tidak hanya sampai di situ, kekalahan Indonesia dalam Appelate Body WTO, November 2017 yang lalu dalam kasus hortikulturan dan produk ternak semakin memperlihatkan bahwa keberadaan WTO tidak berpihak pada petani kecil Indonesia, bahkan aturan undang-undang negara Indonesia selalu digugat ketika dinilai tidak sejalan dengan kepentingan negara maju, sepertigugatan terhadap UU. No 18 tahun 2012 tentang pangan.
Melihat ketidakadilaan yang dilakukan WTO terhadap Indonesia maka, kami menuntut kepada pemerintah Indonesia untuk :
Narahubung:
Agus Ruli Ardiansyah, Serikat Petani Indonesia: 081276169187
Zainal Arifin Fuad – Ketua Departemen Luar Negeri SPI – 0812 8932 1398