JAKARTA. “Kedaulatan pangan telah dibelokkan. Faktanya, boleh saja Indonesia tidak impor pangan dan produksi pangan berasal dalam negeri, tapi yang memproduksi pangan adalah korporasi. Inilah yang terjadi saat ini di Indonesia”. Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih dalam orasinya di Forum Orasi Kemerdekaan Pertanian Indonesia yang dilaksanakan oleh Bincang-Bincang Agribisnis (BBA) di Gedung Joang 45, Jakarta, tadi siang (01/09).
Henry menyampaikan, wajar kedaulatan pangan dibelokkan, karena OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) tidak membolehkan Indonesia mewujudkan kedaulatan pangan.
“Bahkan untuk memastikannya, OECD membuka kantor di Jakarta untuk kawasan Asia Tenggara. World Bank dan WTO juga memaksa kita. Sampai menterinya pun dari World Bank,” kata Henry.
“Kerja-kerja Kementerian Pertanian selama ini juga sudah salah arah, bukan lagi dalam usaha mewujudkan kedaulatan pangan,” tegasnya.
Henry menjelaskan, sesungguhnya Indonesia sudah cukup maju dalam konstitusi pertanian. Untuk agraria misalnya, pada tahun 1960 Indonesia sudah punya UU Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA 5/1960), kemudian UU 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, UU 18/2012 tentang Pangan, UU 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dan yang lainnya.
“Saat ini, perjuangan Hak Asasi Petani sudah dibahas di PBB dan akan menjadi Deklarasi Internasional untuk Hak Asasi Petani dan Orang-Orang yang Bekerja di Perdesaaan. Yang menjadi kebanggaan kita, Hak Asasi Petani ini berasal dari Indonesia. Dirumuskan sejak tahun 2001 oleh berbagai organisasi petani, para praktisi, termasuk juga akademisi,” paparnya.
Oleh karena itu, Henry mengajak gerakan rakyat — tak hanya ormas tani — untuk mendesak pemerintah kembali ke semangat Nawacita yang sejati.
“Pemerintah harus keluar dari jebakan World Bank – WTO – OECD dan sejenisnya, karena jika tidak pertanian dan petani kecil kita akan semakin terpuruk, kedaulatan pangan bisa hanya tinggal kenangan,” tambahnya.
Sementara itu, Yeka Hendra Fatika dari BBA menyampaikan, forum ini bertujuan untuk menyediakan ruang publik dalam mengumpulkan berbagai macam gagasan gagasan dalam mengatasi tantangan pembangunan pertanian.
“BBA hanya konsen untuk menumbuhkan ruang publik bagi siapa pun, untuk berkontribusi terhadap pembangunan pertanian indonesia yang lestari dan mensejahterakan,” tuturnya.