TANJUNG BALAI. Ratusan massa petani anggota Dewan Pengurus Cabang (DPC) Serikat Petani Indonesia (SPI) Kabupaten Asahan, Sumatera Utara melakukan aksi di depan pengadilan negeri Tanjung Balai, Asahan, tadi pagi (26/11). Aksi dilakukan terkait permasalahan sengketa lahan antara petani SPI di Desa Bangun Kecamatan Pulau Rakyat, Kabupaten Asahan dengan pihak H. Yusbar Manurung.
Ketua Badan Pelaksana Cabang (BPC) SPI Kabupaten Asahan, Syahmana Damanik menjelaskan, pihak H. Yusbar Manurung melalui Koperasi Bina Tani Mandoge mengklaim lahan seluas 158 hektar yang diusahakan oleh petani SPI adalah miliknya. Syahmana melanjutkan, sesuai dengan gugatan pihak H.Yusbar Manurung mengatakan bahwa tanah yang dikuasai dan diusahai oleh petani SPI di Desa Bangun Kecamatan Pulau Rakyat Asahan adalah milik mereka sesuai dengan Surat Keterangan Tanah yang mereka miliki, dimana SKT tersebut didapat dari pemberian ganti rugi kepada masyarakat Desa Bangun.
“Faktanya, lahan yang diusahai petani SPI Basis Bangun tidak pernah diganti rugi oleh siapa pun, dan lahan tersebut merupakan lahan hutan register 5A yang dibuka oleh petani pada tahun 1970-an dan diproduksikan hingga kini. Selain itu, lahan yang dibuka yang merupakan lahan hutan yang tidak dapat diperjual belikan, karena itu merupakan perbuatan pidana,” papar Syahmana.
Syahmana juga menggarisbawahi keterangan pihak H.Yusbar Manurung dalam gugatannya yang mengatakan bahwa lahan itu merupakan milik anggota unit Koperasi Bina Tani Mandoge yang berada di Desa Bangun,
“Faktanya, para petani SPI Desa Bangun tidak pernah mengetahui berdirinya koperasi tersebut, kegiatannya sampai pembubarannya,” lanjutnya.
Syahmana mengemukakan, konflik antara H.Yusbar Manurung dengan petani SPI Basis Bangun pernah dimediasi oleh pemerintahan desa, kabupaten, dan kepolisian.
“Pada saat itu, sekitar tahun 2011, tim penyelesaian sengketa melakukan kunjungan langsung ke lahan, namun anehnya pihak H. Yusbar Manurung tidak dapat menunjukkan lahan yang diklaim menjadi miliknya tersebut,” kata Syahmana.
Syahmana menegaskan, yang semakin membuat konflik ini meruncing adalah ketika pihak Pengadilan Negeri Tanjung Balai mengabulkan permohonan sita jaminan Pihak H.Yusbar Manurung terhadap lahan yang dikuasai Petani SPI Basis Bangun yang telah diusahai, diproduksikan sejak turun temurun.
“Ini adalah bentuk dari lemahnya proses pengawasan dalam setiap proses peradilan memberikan ruang bagi para mafia hukum untuk memainkan peran merubah setiap keputusan. Tanpa mendengarkan keterangan dari saksi-saksi yang ada tentang sejarah tanah tersebut, Pengadilan Negeri Tanjung Balai langsung menetapkan sita jaminan,” tegas Syahmana.
Oleh karena itu, Syahmana kembali menegaskan aksi ini menuntut pihak Pengadilan Negeri Tanung Balai untuk mencabut penetapan sita jaminan terhadap lahan yang sudah dikuasai dan diusahai oleh petani SPI sejak tahun 1970-an.
“Laksanakan peradilan adil, jujur dan objektif yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan; tangkap mafia hukum peradilan di Pengadilan Negeri Tanjung Balai,” tambah Syahmana.