JAKARTA. Sejumlah pimpinan gerakan rakyat dan ekonom kritis kembali mendengungkan perlawanan terhadap neoliberalisme. Ini dilakukan melalui pendeklarasian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) di Gedung Perpustakaan Nasional, Jakarta, Selasa (9/2). Henry Saragih, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) yang menjadi salah satu deklarator AEPI dalam sambutannya mengatakan bahwa organisasi ini merupakan sinergi dari gerakan rakyat dan akademisi untuk mengakhiri gagasan dan praktek ekonomi neoliberal di Indonesia. “Berdirinya AEPI merupakan energi baru bagi gerakan rakyat untuk mengukuhkan praktek-praktek ekonomi kerakyatan yang dilakukan gerakan rakyat seperti SPI kedalam konsepsi akademis yang akhirnya menjadi kelembagaan ekonomi secara nasional” ungkapnya.
Sementara itu, dalam naskah deklarasi dibacakan lima misi pembentukan AEPI. Pertama melanjutkan perjuangan para pendiri bangsa dalam mewjudkan perekonomian yang mandiri, demokratis, berkeadilian sebagaimana digariskan pasal 33 UU 1945 beserta penjelasannya. Kedua, mengkaji dan mengoreksi berbagai kebijakan ekonomi politik Indonesia yang bertentangan dengan cita-cita demokrasi dan amant konstitusi. Ketiga, menyebarluaskan gagasan mengenai urgensi peningkatan kemandirian dan demokratisasi perekonomian Indonesiabagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Keempat, meningkatan derajat dan martabat mayoritas rakyat Indonesia sebagai tuan di negeri sendiri. dan Kelima, membentuk sebuah wadah perjuangan kaum terpelajar yang berpihak pada konstitusi.
AEPI dideklarasikan oleh para akademisi lintas universitas dan beberapa pemimpin gerakan rakyat, antara lain; Henry Saragih (Serikat Petani Indonesia), Ahmad Daryoko (Serikat Pekerja –Badan Usaha Milik Negara)Ridwan Rangkuti dari FISIP Universitas Sumatera Utara, Deliarnov (Universitas Riau), Syamsul Hadi (FISIP UI), Profesor Muhammad Yunus (Universitas Hasanuddin), Henry Saparini (Econit), Rus Isti (Satya Wacana Salatiga), Ichsanoodin Noersy (Pustek UGM), Fahmi Radi (Mubyanto Institute), dan Ignatius Wibowo(Universitas Indonesia).
Selain para akademisi tersebut, deklarasi ini juga dihadiri tokoh-tokoh senior, seperti Prof. Kwik Kian Gie, Prof. Sri Edi Swasono, Prof. Dr. Muchtar Mas’oed, Prof. Sediono Tjondronegoro (IPB), Prof. Zulhasril Nasir, dan Prof. M. Mustafa.