PALEMBANG. Green economy merupakan wajah baru kapitalisme. Hal ini diungkapkan Henry Saragih, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) menyampaikan dalam dialog publik “Pembaruan Agraria Abad 21: Peluang dan Tantangan Ke Depan” di Palembang, kemarin (18/6).
Dalam acara yang diselenggarakan oleh Dewan Pengurus Wilayah (DPW) SPI Sumatera Selatan (Sumsel) ini, Henry mencontohkan perluasan industri kelapa sawit di Indonesia yang sangat merusak lingkungan, hutan dan merampas lahan rakyat.
“Dengan upaya tersebut seolah-olah mereka menjadi pelaku ekonomi yang tidak merusak lingkungan, padahal faktanya mereka tetap saja seperti yang dulu; merusak lingkungan, mengeksplotasi buruh dan melakukan perampasan tanah (land grabbing),” ungkap Henry yang juga Koordinator Umum La Via Campesina (gerakan petani internasional).
Rohman Alqolami, Ketua Badan Pelaksana Wilayah (BPW) SPI Sumsel menambahkan bahwa masih banyak petani yang belum mengetahui wajah baru dari kapitalisme yang bernama green economy ini.
“Istilah green economy ini kedengarannya bersahabat dengan lingkungan, tapi ternyata justru merugikan dan membawa petaka bagi petani dan masyarakat kecil lainnya,” tuturnya.
Sementara itu, Ade Indriani Zuchrie dari Serikat Hijau Indonesia (SHI) yang juga hadir saat dialog di Palembang tersebut menyampaikan, agenda green economy yang akan dipromosikan KTT Rio+20 pada Tanggal 20-22 Juni 2012 harus diwaspadai.
“Agenda ini hanya untuk menangkal kritik gerakan lingkungan dan mempromosikan teknologi yang dimiliki negara maju seperti Eropa dan Amerika Serikat kepada negara berkembang, yang harganya sangat mahal,” ungkapnya.
Dialog publik ini sendiri merupakan rangkaian kegiatan Kemah Pemuda Tani DPW SPI Sumsel yang dihadiri puluhan pemuda tani dari berbagai desa yang ada di Kabupaten Ogan Ilir, Banyuasin, Ogan Komering Ilir (OKI) dan Kota Palembang.