SPI Yogyakarta mengadakan halaqoh dengan tema puasa, pangan dan kesetaraan yang dilaksanakan di Dusun Melikan Desa Wonolelo Pleret, Bantul (25/9). Acara tersebut dihadiri sekitar 40 petani anggota SPI. Hadir sebagai pembicara K.H Iskandar Wawauruntu dan K.H Abdul Muhaimin.
Puasa bisa mengubah pola hidup seseorang. Pola hidup yang sehat secara jasmani dan rohani. Secara rohani puasa bisa mendekatkan diri kepada sang pencipta dan memperkuat iman seseorang. Secara jasmani seseorang yang melakukan puasa bisa mengontrol pola makan untuk kesehatan tubuhnya. Puasa bisa memperbaiki sarana pencernakan lambung.
Itulah fungsi-fungsi puasa, yang dalam keseharian juga dapat mengubah pola makan dan termasuk menghemat bahan makanan. Puasa dapat menghemat bahan makanan karena setiap hari seseorang makan tiga kali sehari dengan melakukan puasa seseorang akan makan dua kali sehari, kala mahgrib dan menjelang fajar. Namun tesis bahwa puasa dapat bahan makanan perlu dipertanyakan. Karena masa puasa sekarang kebutuhan bahan makanan semakin meningkat. Hal ini dapat diketahui dalam perkembangan perdagangan bahan pangan di pasar-pasar. Kebutuhan pangan dalam bulan puasa selalu meningkat untuk dikonsumsi oleh masyarakat.
Peningkatan bakan makanan untuk konsumsi para pelaku puasa selalu meningkatkan volume jual beli bahan pangan. Bahan makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat tidak sebanding lurus dengan keuntungan yang diperoleh para petani. Para petani selalu mengalami kerugian, karena biaya produksi pertanian tidak dapat ditutupi dengan pendapatan hasil panen.
Salah satu contoh yang terjadi, adalah di negara Haiti. Ribuan petani sempat kehilangan lahan dan mata pencarian karena kalah bersaing dengan beras AS. Dewasa ini, 75 persen beras yang dikonsumsi oleh rakyat Haiti adalah beras impor dari AS. Beras AS mampu menggusur beras lokal bukan karena rasanya yang lebih enak atau karena petani AS mampu memproduksi lebih efisien, melainkan kerena petani AS disubsidi habis-habisan oleh pemerintahannya. Modusnya yaitu melalui kedok ”bantuan pangan”. Ternyata susidi tersebut lebih dimaksudkan untuk melayani kepentingan raksasa agrobisnis. Lalu siapa yang diuntungkan dengan peningkatan konsumsi bahan makanan dan bahan pangan? Yang jelas bukan petani!
Selain petani tidak diuntungkan dari pendapatan ekonominya. Ada satu permasalahan yang sangat riskan sebenarnya, yaitu krisis pangan. Yang akhir-akhir ini mengancam negara-negara berkembang. Banyak pengamat internasional berpandangan, krisis pangan global dewasa ini adalah malapetaka buatan manusia. Krisis pangan terjadi karena sektor pertanian di negara-negara berkembang dihancurkan melalui rezim perdagangan global demi kepentingan segelintir pemain besar dari negara maju. Tujuannya, untuk menciptakan ketergantungan pada impor pangan dari negara maju. Politik imperialisme itu mengakibatkan banyak negara miskin di Afrika dan Asia tidak lagi swasemada pangan dan menjadi rentan terhadap gejolak harga pangan dunia.