JAKARTA. Kabar gembira untuk petani sedunia datang dari Jenewa, Swiss, dari Sesi ke-36 Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dewan HAM PBB menutup sesi ke-36 tersebut dengan merilis resolusi bernomor (A/HRC/36/58) tentang “kelompok kerja terbuka antar pemerintah mengenai draf deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai hak-hak petani dan masyarakat yang bekerja di daerah pedesaan. Diwarnai dengan penolakan dari dua negara, pemerintah Amerika Serikat dan Inggris, 11 negara abstain (tidak memberikan suaranya), dan 34 negara setuju (termasuk Indonesia, lihat foto di atas) akhirnya sesi ke-36 ini berhasil menyetujui draft “Deklarasi Hak Asasi Petani dan Orang-Orang yang Bekerja di Pedesaan” ini.
Henry Saragih, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) menyatakan kegembiraannya atas hasil kerja keras yang dilakukan SPI bersama ormas dan gerakan rakyat lainnya yang dirintis sejak tahun 2001 di kongres hak asasi petani nasional di Cibubur, Jawa Barat.
“Perjuangan ini kita mulai dari kampung-kampung pelosok di Indonesia. Ketika kita berniat menjadikan hak asasi petani menjadi sebuah deklarasi internasional, banyak yang pesimis dan mengatakan kalau hal tersebut butuh kerja sangat keras. Namun, alhamdulillah hari ini kerja keras tersebut telah berbuah manis,” paparnya.
“Kemarin Dewan HAM PBB telah memutuskan untuk dilaksanakannya 5 sesi kelompok kerja terbuka antar pemerintah mengenai draf deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai hak-hak petani dan masyarakat yang bekerja di daerah pedesaan yang akan dilaksanakan pada April 2018. Hasilnya akan dibawa ke majelis umum PBB di New York, Amerika Serikat, bulan September 2018, untuk mendapat pengesahan. Berdasarkan posisi suara yang ada sekarang kita optimis berhasil,” paparnya lagi di Jakarta pagi ini (01/10).
Henry menjelaskan, di level internasional perjuangan ini dilakukan SPI bersama La Via Campesina, FIAN Internasional, CETIM dan lainnya.
“Setiap tahun kita terus mengawal ini, terus datang ke Jenewa, Swiss. Dalam sesi ke-36 tersebut, mewakili petani sedunia dan dimandatkan oleh SPI, saya ditunjuk untuk membacakan pidato tanggapan dari kelompok kerja PBB tersebut; akhirnya setelah 16 tahun hak-hak asasi petani dan orang-orang yang bekerja di pedesaan akan menjadi sebuah deklarasi internasional,” ungkapnya.
Henry memaparkan deklarasi ini nantinya akan sangat bisa digunakan untuk memperkuat kerja-kerja perjuangan menegakkan hak asasi petani dari tingkat nasional sampai tingkat desa, yang selama ini banyak dicederai dan dirampas oleh perusahaan-perusahaan transnasional, ataupun perusahaan negara.
Ia melanjutkan, prinsip-prinsip dasar deklarasi ini meliputi: “Hak atas sumber daya alam dan hak atas pembangunan”. Artinya petani kecil dan orang-orang yang bekerja di daerah pedesaan memiliki hak untuk memiliki akses dan menggunakan sumber daya alam yang ada di komunitas mereka, untuk menikmati kondisi kehidupan yang layak. Mereka memiliki hak untuk berpartisipasi dalam pengelolaan sumber daya ini dan untuk menikmati manfaat dari pembangunan dan konservasi di komunitas mereka.
Selanjutnya adalah “hak atas pangan dan kedaulatan pangan”. Artinya, petani kecil dan orang-orang yang bekerja di daerah pedesaan memiliki hak atas pangan yang layak dan hak fundamental untuk bebas dari kelaparan. Ini termasuk hak untuk menghasilkan pangan dan hak atas nutrisi dan gizi yang cukup dan memadai yang menghormati kebutuhan, kekhasan sosial dan budaya mereka, yang menjamintingkat perkembangan fisik, emosional dan intelektual hingga level tertinggi.
Selanjutnya adalah “hak atas tanah dan sumber daya alam lainnya”. Artinya, petani kecil dan orang-orang yang bekerja di daerah pedesaan memiliki hak, baik secara individu maupun kolektif, ke tanah, sumber air, pesisir laut, perikanan, padang rumput dan hutan yang mereka butuhkan untuk mencapai standar kehidupan yang layak, memiliki tempat tinggal yang aman, damai, dan martabat, untuk mengembangkan budayanya.
Berikutnya adalah “hak untuk mendapatkan benih”. Petani kecil dan orang-orang yang bekerja di daerah pedesaan memiliki hak untuk mendapatkan benih, termasuk: hak atas perlindungan pengetahuan tradisional yang relevan dengan sumber daya genetik tanaman untuk pangan dan pertanian; hak untuk berpartisipasi secara adil dalam berbagi manfaat yang timbul dari pemanfaatan sumber daya genetik tanaman untuk pangan dan pertanian; hak untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan sumber genetik tanaman untuk pangan dan pertanian; dan hak untuk menyimpan, menggunakan, menukarkan dan menjual benih yang disimpan oleh petani kecil di peternakan atau pertaniannya.
Selanjutnya adalah “hak atas keanekaragaman hayati”. Ini artinya petani kecil dan orang-orang yang bekerja di daerah pedesaan memiliki hak, secara individu atau kolektif, untuk melestarikan, memelihara dan memanfaatkan secara lestari dan mengembangkan keanekaragaman hayati dan pengetahuan terkait, termasuk di bidang pertanian, perikanan dan peternakan. Mereka juga memiliki hak untuk mempertahankan sistem agraria, penggembalaan dan sistem agroekologis tradisionalnya sesuai penghidupannya dan pembaharuan keanekaragaman hayatinya bergantung.
Deklarasi ini juga menetapkan hak asasi atas petani perempuan. Deklarasi tersebut harus menghapus diskriminasi terhadap petani perempuan dan perempuan lain yang bekerja di daerah pedesaan, dan memastikan bahwa baik laki-laki dan perempuan sama-sama menikmati semua hak asasi manusia dan kebebasan fundamental dan bahwa mereka bebas mengejar, berpartisipasi di, dan mendapatkan keuntungan dari pembangunan ekonomi, sosial dan budaya pedesaannya.
“Semoga perjuangan yang berawal dari kampung-kampung, dari desa-desa di Indonesia ini bisa memberikan manfaat untuk petani kecil dan mereka yang tinggal dan bekerja di desa sehingga hak asasi mereka terjamin dan terlindungi,” tutupnya.
Kontak selanjutnya:
Henry Saragih – Ketua Umum SPI – 0811 655 668