Besarnya potensi sumberdaya alam yang dimiliki Indonesia memungkinkan pengembangan subsektor peternakan sehingga menjadi sumber pertumbuhan baru perekonomian Indonesia. Salah satu komponen dari subsektor peternakan yang memiliki banyak manfaat dan berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia adalah persusuan. Kondisi geografis, ekologi, dan kesuburan lahan di beberapa wilayah Indonesia memiliki karakteristik yang cocok untuk pengembangan persusuan. Selain itu, dari sisi permintaan, produksi susu dalam negeri masih belum mencukupi untuk menutupi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Pemerintah memprediksi pada 2014 kebutuhan susu segar di Indonesia mencapai 7,2 juta liter per hari, sementara saat ini kebutuhan konsumsi susu nasional 76,55% masih dipenuhi dari impor.
Kekurangan produksi susu segar dalam negeri merupakan peluang besar peternak susu untuk mengembangkan usahanya. Namun demikian, peternak masih menghadapi permasalahan, antara lain, yaitu rendahnya kemampuan budidaya khususnya menyangkut kesehatan ternak dan mutu bibit yang rendah. Kekurangan tersebut selain mengakibatkan lambatnya pertumbuhan produksi susu juga berpengaruh terhadap kualitas susu yang dihasilkan. Selain itu mulai sulitnya lahan sebagai sumber rumput hijauan bagi ternak, tingginya biaya transportasi, serta kecilnya skala usaha sebagaimana telah dikemukakan di atas, juga menjadi penghambat perkembangan produksi susu domestik.
Permasalahan lain yang dihadapi peternak adalah besarnya ketergantungan peternak terhadap industri pengolahan susu dalam memasarkan susu segar yang dihasilkannya. Dengan absennya keberpihakan Pemerintah terhadap peternak, hal ini menimbulkan kecenderungan bahwa harga susu segar yang diterima peternak relatif rendah. Adanya pemberlakuan standar bahan baku yang ketat oleh kalangan industri pengolah susu mendudukkan peternak sapi perah pada posisi tawar yang rendah.
Koperasi susu kita mempunyai posisi tawar yang sangat lemah ketika berhadapan dengan industri pengolahan susu, baik dalam hal jumlah penjualan susu, waktu penjualan, dan harga yang diperoleh. Lebih ekstrim lagi, keberadaan industri pengolah susu ini dapat menyebabkan terbentuknya struktur pasar oligopsoni yang tentunya menekan peternak. Selain harga susu yang sangat murah pada struktur pasar tersebut, tekanan yang diterima peternak semakin bertambah dengan adanya retribusi yang diberlakukan oleh kebanyakan Pemda di era otonomi daerah ini.
Pemerintah terlalu rendah menetapkan harga susu di tingkat peternak, yakni kurang dari Rp 3.000,00 per liternya, padahal biaya produksinya saja mencapai Rp 2.500,00 – Rp 3.000,00 per liter. Ketidakberpihakan pemerintah kepada peternak juga terlihat dari tidak pernah adanya subsidi untuk peternak sapi.
Pada akhir Mei 2009, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor :101/PMK.001/2009 tentang Tarif Bea Masuk sebesar lima persen terhadap impor tujuh produk susu tertentu yang terdiri dari 6 produk “Full Cream Milk Powder” (FCMP) dan 1 produk susu mentega. Kebijakan itu mengubah kebijakan sebelumnya, yaitu PMK Nomor: 19/PMK.011/2009 pada 13 Februari 2009 yang tidak dikenai biaya atau 0%. Peraturan Menkeu yang sebelumnya, sesuai dengan peraturan World Trade Organization (WTO) yaitu bea masuk susu impor akan menjadi nol persen pada tahun 2017
Kebijakan Pemerintah Indonesia tidak pernah berpihak pada peternak kecil. Hal ini menyebabkan peternak kecil tetap miskin dan harga susu tidak terjangkau oleh masyarakat bawah. Kebijakan tentang susu tersebut hanya ditujukan untuk kepentingan perusahaan-perusahaan multinasional.
Petani tidak punya hak untuk menentukan harga. Yang berhak menentukan harga dan kuota susu dari peternak hanya IPS. Ketergantungan yang merugikan itu terus berlanjut hingga hari ini. Sekitar 90 persen susu segar peternak diserap oleh IPS, yang hanya terdiri dari lima perusahaan besar. Kelima perusahaan itu adalah PT Nestle, PT Frisian Flag, PT Ultra Jaya, PT Sari Husada, dan PT Indomilk-Indo-lacto.
Karena ketergantungan terhadap IPS, para peternak tidak pernah mendapatkan harga yang sesuai untuk produk susunya. Nasib peternak tetap berada di tangan perusahaan-perusahaan asing dan dipermainkan oleh mekanisme pasar global. Misalnya, dalam 6 bulan sejak akhir Desember 2008, Nestle telah dua kali menurunkan harga beli susu dari peternak.
Kebijakan yang berpihak kepada peternak kecil, serta pengalokasian dana yang tepat oleh pemerintah akan menjamin terjadinya peningkatan kualitas kehidupan masyarakat Indonesia, ketersediaan suplai susu yang terjamin, meningkatnya pendapatan peternak dan pelaku usaha lainnya di bidang peternakan dan terwujudnya masyarakat terutama anak-anak yang lebih sehat dan lebih pintar. Dan menjadikan usaha peternakan sapi perah rakyat dan persusuan nasional menjadi instrumen untuk mengatasi pengangguran, dan meningkatkan potensi perdesaan.
sungguh tragis, pemerintah tidak mementingkan kesejahteraan para peternak.