Rangkaian Aksi Sepekan Hari Tani Nasional 2016
JAKARTA. Puluhan petani anggota BAMUSTANI (Badan Musyawarah Tani) melakukan aksi damai di gedung Kementerian Pertanian di bilangan Ragunan, Jakarta Selatan, tadi pagi (22/09).
Koordinator aksi Randa Sinaga menyampaikan, aksi damai ini merupakan bagian dari rangkaian peringatan sepekan aksi perayaan Hari Tani Nasional 24 September 2016.
Di tempat terpisah, Koordinator BAMUSTANI Henry Saragih menyampaikan agenda kedaulatan pangan telah dibelokkan arah oleh Kementerian Pertanian menjadi agenda pemenuhan produksi pangan melalui investasi korporasi bermodal besar yang selama ini telah terbukti menyingkirkan petani.
“Pada rapat terbatas kabinet 27 Februari 2015, Menteri Pertanian menyatakan bahwa ia memerlukan alokasi lahan 2 juta hektar untuk investasi pabrik kelapa sawit, pabrik gula dan proyek food estate,” katanya.
Henry menegaskan, makin jelas bahwa arah kebijakan swasembada pangan akan dilakukan melalui jalan korporatisasi.
“Di tengah gempuran kekuatan korporasi, cara pandang (mindset) pejabat publik justru berpihak kepada kepentingan korporasi dan pasar,” tuturnya.
Henry juga menyayangkan pernyataan Menteri Pertanian Amran Sulaiman pada Senin (19/09/2016) di media, yang meminta agar petani rela mati demi pengusaha pakan ternak. Pernyataan tersebut menunjukkan anggapan bahwa nasib dan kehidupan petani berada di tangan korporasi. Kementerian Pertanian yang dipimpin oleh Amran Sulaiman adalah perpanjangan tangan korporsasi, sementara negara absen untuk melindungi dan menjamin hak-hak petani.
“Kami petani rela mati demi menegakkan kedaulatan pangan, demi membela negara, tapi tidak akan pernah rela mati demi kepentingan pengusaha. Tolong itu dicatat,” tegas Henry yang juga Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI).
Hal senada disampaikan oleh Muhammad Nuruddin dari Aliansi Petani Indonesia (API). Ia menyampaikan, aksi ini dilakukan untuk mengingatkan Kementerian Pertanian untuk selalu berpihak kepada petani kecil dalam mengeluarkan kebijakan-kebijakannya.
“Makna sejati kedaulatan pangan bagi kaum tani adalah meningkatkan produksi pangan dengan mendistribusikan tanah kepada petani kecil dan petani tak bertanah. Keluarga petani kecil menjadi tulang punggung untuk mewujudkan kedaulatan pangan, yang akan mendorong peningkatan kesejahteraan petani dan pengentasan kemiskinan di pedesaan,” paparnya.
Agusdin Pulungan dari Wahana Masyarakat Tani dan Nelayan Indonesia (WAMTI) mengutarakan, kebijakan impor pangan tetap berlanjut dengan dalih stok ketersediaan cadangan pangan dan mengendalikan kenaikan harga-harga pangan. Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan serta BULOG sepakat untuk meneruskan impor pangan.
“Terhitung hingga bulan Juli saja, impor beras tahun 2016 sudah mencapai 1,1 juta ton. Angka tersebut meningkat drastis dibandingkan tahun 2013 (0,47 juta ton), tahun 2014 (0,84 juta ton) serta tahun 2015 sebesar 0,86 juta ton. Sepanjang tahun 2016 pemerintah juga akan impor 2,4 juta ton jagung. Impor sapi sepanjang 2016 sebanyak700-800 ribu ekor, dan impor gula mentah di atas tiga juta ton.[1],” papar Agusdin
Oleh karena itu, Kustiwa Adinata dari Ikatan Petani Pengendali Hama Terpadu (IPPHTI) menyampaikan, menjelang peringatan Hari Tani Nasional 24 September 2016, BAMUSTANI menyerukan agar Kementerian Pertanian menghentikan korporatisasi pertanian yang dijalankannya.
“Hentikan Impor Pangan, yang hanya menguntungkan korporasi dan mafia pangan. Larang dan hentikan legalisasi benih rekayasa genetik (GMO) milik korporasi benih, karena mengancam masa depan petani. Hentikan proyek food estate, karena melahirkan konflik agraria, melanggengkan ketimpangan dan menguntungkan korporasi semata,” tambahnya.
BADAN MUSYAWARAH TANI INDONESIA (BAMUS TANI)
Serikat Petani Indonesia (SPI) – Ikatan Petani Pengendali Hama Terpadu (IPPHTI)
Aliansi Petani Indonesia (API) – Wahana Masyarakat Tani dan Nelayan Indonesia (WAMTI)
Kontak :
Henry Saragih (0811 655 668)
Muhammad Nuruddin (0813 3434 4808)
Agustin Pulungan (0812 9184 101)
Kustiwa Adinata (0812 2398 953)