Kembali ke UUD 1945 adalah jalan alternatif sistem dalam mengelola perekonomian dan politik Indonesia yang saat ini dicengkeram rejim neoliberalisme. Demikian benang merah yang mengemuka dalam Konferensi Membangun Tata Ekonomi-politik Baru Pasca Krisis Kapitaltisme Global yang diadakan Gerak Lawan di Jakarta (17/2).
Ekonom dari Universitas Gajah Mada, Revrisond Baswir mengatakan saat ini kapitalisme neolberal telah mendominasi Indonesia dan negara-negara dunia ketiga lainnya. Oleh karena itu, harus diadakan koreksi atas paradigma perekonomian Indonesia. “Kita harus kembali ke jalan yang benar,” ujarnya.
Lebih lanjut, dia mengingkatkan jalan alternatif bukan berarti baru, namun kembali ke cita-cita konstitusi merupakan alternatif yang paling baik bagi bangsa Indonesia. Walaupun hal ini sudah seringkali dicoba namun pada prakteknya selalu digalkan oleh keuatan kapitalisme. “Mereka selalu mensubversi gerakan yang mencoba untuk kembali ke konstitusi,” katanya.
Hal senada dikemukakan Syamsul Hadi, staf pengajar Universitas Indonesia, bagi Indonesia sebetulnya tidak perlu dicari jauh-jauh. UUD 1945 telah memberikan arah yang jelas bagi model pembangunan seperti apa yang harus dijalankan oleh rakyat dan penyelenggara negara. Sistem ekonomi yang tergariskan dalam konstitusi kita memmiliki unsusr-unsur yang lengkap dari model negara kesejahteraan Eropa maupun model-model neo-sosialisme Amerika Latin. Pasal 27, 31, 33 dan 34 secara jelas mengatur tentang kewajiban negara di bidang pendidikan, kesejahteraan sosial dan penyelidakan lapangan kerja.
Disamping itu, prinsip-prinsip seperti penguasaan kekayaan alam untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat malahan telah diterapkan oleh Evo Morales di Bolivia dan Hugo Chavez di Venezuela. Kewajiban negara untuk menyediakan pekerjaan yang layak, pendidikan bagi rakyat, merawat fakir miskin dan anak terlantar adalah prinsip-prinsip yang kini dijadikan pedoman oleh kelompok neosisialisme di Amerika Latin.
Tantangan saat ini, lanjut Syamsul adalah menerjemahkan prinsip-prinsip itu dengan penuh percaya diri dan nasionalisme. “Kita membutuhkan pemerintah yang dapat menerjemahkan konsitusi menjadi dalam model pembangunan yang konkrit, implementatif dan terukur,” ujarnya.
Terakhir ia mengatakan bahwa kombinasi antara prinsip kerakyatan, keadilan sosial dan kemakmuran adalah visi utama ekonomi konstitusi warisan para founding father.
Sementara itu, Ketua Umum SPI Henry Saragih mengatakan bahwa UUD 1945 merupakan jalan bagi bangsa Indonesia untuk mengembalikan kedaulatan ekonomi yang telah direngut rejim kapitalisme neoliberal. Oleh karena itu perlu upaya yang sungguh-sunguh untuk mewujudkannya dengan membentuk sebuah gerakan ekonomi politik baru.
Henry juga mengatakan gerakan sosial melawan kapitalisme neoliberal perlu dukungan dari para pemikir dan akademisi dari berabagai wilayah. Oleh karena itu ia mendorong untuk dibentuk sebuah wadah bagi para pejuang ekonomi politik yang pro-rakyat.