JAKARTA. Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan judicial review Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (UU SBT) yang diajukan oleh Serikat Petani Indonesia (SPI), IHCS, Bina Desa, API, IPPHTI, Field Indonesia, KRKP, AGRA, Sawit Watch, SPKS, dan individu petani yakni Kunoto dan Karsinah (18/07/2013). Keputusan yang dibacakan oleh Ketua MK Akil Muchtar bersama delapan hakim konstitusi lainnya menyebutkan bahwa pasal 9 ayat 3, pasal 12 dan pasal 60 dinyatakan bertententangan dengan UUD 1945 dan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat alias tidak berlaku.
Untuk mengabarkan kemenangan perjuangan petani ini, SPI bersama ormas tani dan lembaga lainnya yang tergabung dalam Jaringan Advokasi Petani Pemulia Tanaman mengadakan sebuah konferensi pers di Jakarta, kemarin (21/08).
Dalam acara tersebut, Ketua Umum SPI Henry Saragih menyampaikan dikabulkannya judicial review UU SBT ini merupakan salah satu langkah awal untuk mengembalikan kedaulatan pangan di Indonesia.
“Negara kita saat ini tidak berdaulat lagi di bidang pangan. Semuanya diimpor, mulai dari kedelai, bawang, beras, daging sapi, dan lainnya. Jadi sesungguhnya pemerintahan SBY telah gagal dalam menegakkan kedaulatan pangan, jika ada yang berhasil itu adalah inisiatif-inisiatif yang dilakukan oleh rakyat,” tegas Henry.
Henry juga menyampaikan, Dewan Pengurus Pusat (DPP) SPI telah mensosialisasikan kabar gembira ini ke petani anggota SPI di daerah-daerah, sehinggga mereka tidak perlu takut lagi memuliakan benih.
“Soal model pertanian kami akan mendesak tidak akan meneruskan revolusi petani yakni menjalankan pertanian agroekologi, dan mendesak pemerintah agar membagikan tanah yang sudah diatur dalam konsititusi,” tuturnya.
Henry menambahkan, meskipun UU SBT telah dijudicial review namun masih ada UU turunannya yang juga mesti diubah seperti sertifikasi permentan, bentuk regulasi terhadap pengembahan benih oleh petani, PP no 11 tahun 1990, dan lainnya.
Sementara itu Gunawan dari Indonesia Human Rights Commission for Social Justice (IHCS) mengemukakan dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi ini seharusnya negara melakukan pemulihan hak-hak petani korban diskriminasi dan kriminalisasi UU SBT, seperti para petani di Jawa Timur.
“Sebelum dijudicial review, UU SBT ini melarang petani melakukan pemuliaan tanaman, semenjak dari mengumpulkan plasma nutfah hingga mengedarkan benih hasil pemuliaan. Jika tetap dilakukan, petani terancam dipenjara, dan sudah banyak petani yang masuk penjara akibat UU SBT ini,” papar Gunawan.
Hal senada diungkapkan oleh Fadil Kirom dari Aliansi Petani Indonesia (API). Menurutnya ada peran korporasi besar dalam UU SBT ini, karena karena putaran modal sangat besar, sedangkan subsidi dari pemerintah sangat sedikit.
“Putaran duitnya besar di benih ini, bisa mencapai ratusan miliar. UU SBT ini sangat menguntungkan pengusaha. Anggota API saja 15 orang ditangkap sejak 1 tahun terakhir ini,” katanya. Saya juga setuju dengan Bang Henry bahwa setelah UU SBT di judicial review, yang paling krusial yang harus dilakukan adalah mengubah UU yang di bawah SBT ini,” katanya.
Wah wah luar biasa perjuangan teman2 di jawa
SUKSES ya