BLITAR. Tepat di bawah kaki Gunung Kawi terbentang hamparan kebun cengkeh dan kopi milik petani anggota Dewan Pengurus Cabang (DPC) Serikat Petani Indonesia (SPI) Kabupaten Blitar, tepatnya SPI Basis Kulon Mbambang Kecamatan Doko. Kebun cengkeh dan kopi ini membentang di ketinggian antara 900 M sampai 1.420 M di atas permukaan laut, dengan suhu antara 15 – 24 derajat Celsius.
Ketika Tim Safari Ramadhan Dewan Pengurus Pusat (DPP) SPI berkunjung (12/08) ke lokasi, ratusan pohon cengkeh milik warga Kulon Bambang sedang berbuah dan memasuki masa penen. Geliat kehidupan ekonomi warga menunjukkan adanya kemajuan. Terbukti di setiap halaman rumah banyak cengkeh dijemur. Saat ini harga cengkeh basah Rp. 28.000/kg dan harga kering 90.000/kg.
Sebelumnya, hamparan tanah warga seluas lebih dari 280 Ha tersebut awalnya merupakan bagian luas lahan 955,5 Ha yang dikuasai HGU Perkebunan PT. Sari Bumi Kawi
Berkat perjuangan yang terorganisasikan sejak 1998, sekarang lahan seluas 280 Ha tersebut telah resmi milik 351 KK, hasil dari penetapan tanah obyek land reform seluas 255 Ha dan 25 Ha melalui penetepan land consolidation. Pada awalnya 351 KK tersebut buruh yang bekerja pada PT Sari Bumi Kawi sebagai buruh harian pemetik teh.
Petani Kulon Mbambang merupakan salah satu pendiri Serikat Petani Jawa Timur (SPJT) yang menjadi anggota SPI saat berbentuk Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI) (1999-2007). Ketika kongres ketiga FSPI di Wonosobo pada 2007, diputuskan perubahan format organisasi dari federasi menjadi unitaris, sehingga FSPI berubah menjadi SPI. Kini petani Kulon Mbambang menjadi bagian dari DPC SPI Kabupaten Blitar.
“Perjuangan petani Kulon MBambang tidak bisa lepas dari sejarah organisasi perjuangan petani di Jawa Timur, dan bahkan FSPI (sekarang SPI),” tutur Kinan, petani anggota DPC SPI Kulon Mbambang
Lebih singkat dia menjelaskan, pengorganisasian awal dilakukan oleh Cakrawala Timur bersama FPPI Surabaya dan Malang (Front Perjuangan Pemuda Indonesia) dengan melakakun rapat-rapat dan pendidikan dan aksi demontrasi. Pada waktu itu perjuangan Kulon MBambang diwadahi dalam satu organisasi namanya PAWARTAKU-Paguyuban Warga Tani Kulon Bambang. Tahap awal untuk memperluas perjuangan ini kemudian kita melebarkan sayap di perkebunan lain, yaitu di kecamatan Wlingi tepatnya di perkebunan Sengon dan Piji Ombo. Dan akhirnya terbentuk Serikat Petani Aryo Blitar-SPAB. Tidak cukup kuat di tingkat Kecamatan dan Kabupaten Blitar, kemudian terbentuk di tingkat propinsi Jawa Timur bersama LSM Cakrawala Timur dan FPPI.
“Di awal tahun 2000-an kita deklarasikan Serikat Petani Jawa Timur-SPJT. Pada 2003 kita bergabung di FSPI tepatnya di kongres FSPI di Lawang-Malang, yang sekarang menjadi SPI. Dan tahun 2009 SPAB berubah mejadi SPI Kabupaten Blitar, sesuai dengan keputusan organisasi,” tuturnya.
Pada awalnya perjuangan tanah anggota SPI di Kulon Mbambang merupakan gejolak protes buruh kebun yang menuntut pembayaran tunjangan hari raya (THR). Gejolak protes buruh kebun tersebut bermula pada tahun 1998, yang kemudian meningkat menjadi perjuangan untuk mendapatkan tanah.
Ketua Departemen Pengawasan dan Penguatan Organisasi Badan Pelaksan Pusat (BPP) SPI , Ali Fahmi, yang turut berperan mengorganisir perjuangan petani Kulon Mbambang sejak awal menyatakan, awalnya perjuangan menuntut hak normatif buruh.
“Setelah kita lakukan analisa yang mendalam kemudian perjuangan ditingkatkan menjadi perjuangan merebut tanah, karena akar masalah kemiskinan buruh perkebunan waktu itu karena warga tidak mempunyai tanah,” tuturnya.
Perjuangan dari buruh kebun menjadi petani yang memiliki tanah tersebut menempuh waktu yang panjang. Perjuangan yang dimulai sejak tahun 1998 tersebut, membuahkan hasil penyerahan sertifikat kepemilikan tanah oleh BPN pada akhir 2011 yang lalu. Meski memperoleh kemenangan dan telah memiliki hak atas tanah, perjuangan tersebut belum selesai.
Menurut Kinan, secara de facto dan de jure perjuangan untuk memperoleh tanah memang telah dimenangkan. Namun itu saja tidak cukup. Tantangan selanjutnya adalah bagaimana mengelola lahan, membangun ekonomi anggota serta memperkuat organisasi. Sebab perjuangan kaum tani di negara ini masihlah panjang
Lebih lanjut dia menjelaskan, di lahan tersebut telah disisihkan 35 Ha lahan kolektif yang akan dimanfaatkan untuk membangun logistik organisasi. Selain lahan kolektif, di atas lahan tersebut terdapat 3 Ha lahan yang difungsikan sebagai Pusdiklat. Di atas lahan Pusdiklat tersebut baru saja diselesaikan dua bangunan sederhana dari bambu, yang berfungsi sebagai aula pelatihan dan ruang istirahat. Di sekeliling pusdiklat akan difungsikan sebagai demplot-demplot untuk praktek pertanian organik.
Henry Saragih, Ketua Umum SPI yang juga hadir dalam safari Ramadhan ini mengungkapkan jangan sampai terjadi jual beli lahan perjuangan dan alih fungsi lahan. Dia juga menyampaikan, tanaman pangan tetap penting untuk diupayakan ditanam.
“Kalau bisa jangan semua ditanami tanaman jangka panjang, dan dalam bertani harus tetap memperhatikan keseimbangan alam dengan menggunakan prinsip-prinsip pertanian agrokologis,” ungkapnya.
Henry juga menambahkan agar DPC SPI Blitar tetap mengadakan pendidikan untuk petani, baik pendidikan kader petani ataupun pendidikan keterampilan petani.
itu masih blm cukup msh banyak lagi petani tak bertanah liat aja swaru buluroto ,sengon , karang nongko dan bayak lagi mereka msh berharap tanah tersebut segera di bagikan
Kesuksesan di Kabupaten Blitar belum diikuti di daerah lainnya, contoh nyata di ogan ilir. Sukses untuk petani di Blitar. Untuk daerah lainnya, jangan putus harapan, dengan fokus dan berjuang dengan tulus, apa yang terjadi di Blitar akan terjadi pula di daerah Anda. Hidup petani, engkaulah yang membuat kami bisa makan, terimakasih