JAKARTA. Secara teoritik konsepsi pembaruan agraria adalah penataan ulang sistem dan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pengelolaan tanah dan sumber-sumber agraria lainnya secara menyeluruh dalam rangka mengakhiri ketimpangan agraria. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Departemen Kajian Strategis, Dewan Pengurus Pusat (DPP) Serikat Petani Indonesia (SPI) Achmad Ya’kub dalam Dialog Agraria Nasional, di Jakarta (27/09).
Ya’kub menyampaikan, tujuan pembaruan agraria pada intinya adalah mewujudkan keadilan agraria sebagai bagian dari keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Sumber-sumber agraria yang ditata ulang tidak hanya tanah, tetapi semua bagian bumi yang memberi penghidupan bagi manusia, yakni bumi, air termasuk laut, udara, hutan, kebun, tambang, dan lainnya,” ungkap Ya’kub.
Pada kesempatan yang sama, Prof. Jimly Asshiddiqie dalam pidatonya menyatakan bahwa Indonesia harus segera membumikan dan melaksanakan konstitusi agraria.
“Saya sudah sejak lama memperkenalkan ide konstitusi agraria, konstitusi ini tidak hanya mengatur soal tanah namun juga mengatur soal air”, tutur Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) pertama ini.
Jimly juga menyampaikan, dalam teori negara terbentuk karena tiga hal, yakni adanya rakyat, pemerintah dan wilayah. Aspek ketiga yakni wilayah, sudah diatur dalam konstitusi UUD 1945. Demikian juga soal ekonomi, konstitusi kita tidak mengenal mekanisme pasar, artinya refensi ekonomi Indonesia saat ini tidak lagi berdasarkan Konstitusi ujar Jimly.
“Presiden, Gubernur, Menteri, Bupati itu mereka semua adalah wayang-wayang saja, yang memimpin itu adalah sistem aturan kita, idenya rule of law bukannya rule of man. Terkait UUPA 1960, secara formal adalah recht/aturan hukum. Namun secara sejarah dan filsafat adalah perdebatan panjang di BPUPKI/BPKI yang berkaitan dengan menterjemahkan UUD 1945 pasal 33. Untuk itu kita membangun bangsa dalam naungan konstitusi agraria terang Prof. Jimly,” paparnya di acara yang diselenggarakan oleh Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA).
Sementara itu, Iwan Nurdin dari KPA menyebutkan, persoalan agraria sangat fundamental, karena memiliki dimensi luas dan mendasar bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Namun dari waktu ke waktu masalah agraria di Indonesia semakin menunjukkan kompleksitas persoalannya. Meski bangsa ini telah beberapa kali mengalami pergantian kepemimpinan nasional, namun hingga kini, sistem politik hukum agraria di tanah air belum mampu menjawab kompleksitas persoalan agraria yang ada itu. Untuk itu diperlukan terobosan dan kepemimpinan nasional untuk mampu menyelesaikannya.
Masa Depan Pembaruan Agraria Pasca Pemilu 2014
Banyaknya para pejuang agraria yang ikut dalam politik praktis terkait pemilihan legislatif maupun eksekutif adalah harapan agar realisasi pembaruan agraria di Indonesia menjadi utama.
“Bagaimana kita sebagai keluarga besar gerakan pembaruan agraria ini saling mengontrol dan mendorong agar program politik teman-teman yang sudah di partai merupakan artikulasi dari organisasi dan konstituennya agar tetap nyambung,” tambah Ya’kub.
Ya’kub menambahkan, gerakan rakyat harus ditopang oleh gerakan politik parlemen agar ada proses legitimasi dan legalisasi atas aksi-aksi yang telah dilakukan. Hal ini untuk menghindari kriminalisasi dan tindak kekerasan yang selama ini di hadapi oleh petani.