JAKARTA. Dengan semakin dekatnya penyelenggaraan sesi pertama negosiasi iklim di Bangkok-Thailand tahun ini, usaha-usaha untuk menghindari bencana iklim dan keadilan iklim masih belum terselesaikan.
Henry Saragih, Koordinator Umum La Via Campesina menyebutkan bahwa La Via Campesina sebagai sebuah gerakan petani kecil internasional merasa sangat kecewa pada upaya-upaya negara-negara maju yang melarikan diri dari tanggung jawab sejarah mereka untuk benar-benar melakukan pengurangan emisi di negaranya masing-masing.
“Negara-negara maju tersebut malah cenderung mendorong untuk menciptakan solusi-solusi palsu dan kebijakan berdasarkan mekanisme pasar untuk mengatasi krisis iklim,” ungkap Henry di Jakarta tadi pagi (11/04).
Henry menjelaskan, perubahan iklim yang menyebabkan perubahan cuaca ekstrim ini berdampak langsung pada para petani kecil di berbagai belahan dunia, seperti curah hujan yang tidak dapat diperkirakan yang telah mengakibatkan kegagalan panen di sejumlah kawasan di Asia Tenggara.
“Oleh karena semakin mendesak untuk segera menghasilkan solusi nyata seperti pemotongan emisi dalam jumlah yang besar bagi negara-negara seperti Amerika Serikat dan negara-negara maju di Eropa dan lainnya,” jelas Henry.
Sebaliknya, negara-negara maju malah mendorong sebuah mekanisme jaminan sukarela yang tercantum dalam Perjanjian Cancun (yang kontroversial) untuk menjauh dari komitmen yang mengikat secara hukum untuk memotong emisi mereka. Sebuah program studi lingkungan milik Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sendiri telah menyatakan bahwa dengan perjanjian di bawah sistem jaminan sukarela saat ini, dunia akan bergerak menuju pemanasan global sebesar 2,5 sampai 5 derajat Celcius sebelum akhir abad ini. Pemanasan ini jelas akan mengguncang planet bumi dan membahayakan ratusan juta manusia yang hidup di bumi, karena ilmu pengetahuan telah menunjukkan bahwa batas aman kenaikan suhu dunia adalah di bawah 1 atau 1,5 derajat Celcius.
Bahkan yang lebih mengganggu adalah beberapa negara maju telah mulai mendorong masuknya pertanian dalam mekanisme pasar karbon. Perusahaan Transnasional (TNCs) dan pendukung tanaman biochar dan GM-lah yang mendorong dimasukkannya pertanian di pasar karbon dengan rencana untuk mengkonversi setengah miliar hektar lahan di Afrika untuk bahan baku biochar. Walaupun hal di atas masih sebatas usulan (ibarat bayi yang baru lahir), La Via Campesina memperingatkan dan menentang hal ini, karena hanya merupakan solusi palsu yang jelas-jelas akan membahayakan dan merugikan para petani skala kecil berbasiskan keluarga di seluruh dunia, karena hal ini jelas-jelas mempromosikan perampasan tanah dan akan berkontribusi terhadap meningkatnya kelaparan di dunia.
Dengan hanya beberapa bulan lagi sampai UNFCCC COP 17 di Durban-Afrika Selatan, La Via Campesina menyerukan penolakan terhadap Perjanjian Cancun yang didorong oleh negara-negara maju dan TNCs.
“La Via Campesina memuji upaya negara-negara seperti Bolivia yang berani berdiri di tanah mereka, menolak Perjanjian Cancun dan terus menyerukan keadilan iklim. Kami meminta semua pemerintah untuk berdiri menegakkan keadilan iklim dan solusi-solusi rakyat dan tuntutan yang tercantum dalam Perjanjian Rakyat Cochabamba yang menjunjung tinggi hak-hak rakyat dan Ibu Bumi dan merupakan solusi konkret untuk krisis iklim,” tegas Henry Saragih yang juga Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI).
La Via Campesina menegaskan kembali seruannya bahwa solusi konkrit dan nyata untuk perubahan iklim adalah pertanian berkelanjutan berbasiskan petani kecil. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa agro-ekologi tidak hanya akan memberi makan dunia tetapi juga akan mendinginkan planet ini.