BANYUASIN. Serikat Petani Indonesia (SPI), bersama Sanggar Seni Rekso Budoyo dan Dewan Kesenian Sumatera Selatan (DKSS) menyelenggarakan Sarasehan Budaya di Basis SPI Talang Keramat, Banyuasin, Sumatera Selatan (Sumsel) (31/12). Sarasehan yang dihadiri lebih dari 100 peserta ini mengusung tema “Membangun Kebudayaan Rakyat dalam Bingkai Multikulturalisme”. Dalam acara ini hadir beberapa tokoh masyarakat, pengurus SPI Sumsel, pengurus DKSS, dan beberapa seniman dari Sanggar Rekso Budoyo.
Menurut koodinotor acara, Ahmad Jupri, kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan penerimaan multikulturalisme dalam membangun kebudayaan rakyat.
” Selain itu acara ini juga bertujuan untuk memaknai peluralisme budaya sebagai potensi untuk membangun persatuan antar elemen rakyat serta untuk meningkatkan kemampuan menginterpretasikan dan mengkomunikasikan simbol-simbol budaya lokal dalam pendidikan dan pengorganisasian rakyat,” ungkap Ahmad Jupri.
Lebih lanjut Jupri mengatakan, dalam membangun kebudayaan rakyat dalam wadah organisasi yang unitaris, perbedaan budaya harus dipahami sebagai suatu keniscayaan, karena hakikatnya dalam organisasi pasti terdapat individu-individu yang latar belakang budyanyanya beraneka ragam.
“Karena itu pluralisme akan sampai pada kesepahaman melalui cara pandang multikulturalisme,” tambahnya.
Selain pentas kesenian, -baik kesenian tradisional maupun modern- sarasehan ini juga menampilkan diskusi budaya.
Dalam diskusi tersebut, Basori selaku Ketua Majelis Wilayah Petani DPW SPI Sumsel mengatakan perlunya membangun kebudayaan baru yang merupakan sintesa dari kebudayaan etnik yang ada, dimana spirit kebudayaan tersebut harus progresif dan bebas dari nilai-nilai feodal dan klenik.
“Kebudayaan yang progresif inilah yang akan mampu mendorong rakyat membongkar sistem penindasan ekonomi dan politik yang terjadi sejak zaman kolonial sampai hari ini,” ungkap Basori.
Diskusi ini juga merekomendasikan untuk diselenggarakannya pendidikan budaya kepada pemuda dan remaja dalam upaya mendorong lahirnya budaya baru, sebagai satu strategi kebudayaan yang mempunyai perspektif multikulturalisme.