Metode Penanaman Padi SRI Organik: Panen Melimpah, Biaya Murah (bagian 1)


BOGOR. Tanaman padi merupakan tanaman utama yang sebagian besar dibudidayakan oleh para petani di Indonesia. Namun demikian, budidaya tanaman ini tidak selalu memberikan keuntungan yang layak bagi petani. Seringkali petani mendapatkan untung yang tidak seberapa setelah melalui proses budidaya yang memakan waktu 3-4 bulan. Hal ini disebabkan karena biaya produksi yang tinggi, panen yang kurang optimal dan diperparah dengan harga jual yang jatuh. Terlepas dari harus adanya perombakan dalam kebijakan dan politik perberasan untuk berpihak kepada petani, petani sendiri bisa merubah kondisi tersebut menjadi lebih baik salah satunya dengan mengaplikasikan metoda penanaman SRI (System of Rice Intensification) organik.

Mendengar nama SRI dalam metoda penanaman padi seakan tidak jauh dengan nama “Dewi Sri” yang kita kenal sebagai dewi padi. Sebagai dewi padi, dewi Sri dianggap sebagai pembawa berkah yang identik dengan panen berlimpah oleh sebagian besar petani di Indonesia. Tak beda jauh dengan anggapan tersebut, metode SRI mampu memberikan produktivitas yang meningkat dan juga mampu menekan pengeluaran yang biasanya digunakan dalam memproduksi padi.

Susan Lusiana, penanggung jawab Pusdiklat (Pusat Pendidikan dan Pelatihan) Nasional SPI mengungkapkan bahwa Jika dilihat dari hasil studi pusdiklat, metode penanaman SRI bisa memberikan hasil 2 kali lipat lebih banyak dibandingkan metode konvensional. Selain karena biaya produksinya lebih rendah, metode SRI organik menghasilkan produksi yang lebih banyak dan karena produknya akhirnya adalah beras organik, maka harganya juga lebih tinggi.

“Untuk saat ini kisaran beras organik mampu diserap dengan harga antara Rp. 10.000-20.000/Kg sementara beras non organik diharga dengan kisaran Rp. 6.000-8000/Kg,” ungkapnya.

Beberapa keunggulan dari SRI organik diantaranya Pertama, Tanaman hemat air, Selama pertumbuhan dari mulai tanam sampai panen memberikan air max 2 cm, paling baik macak-macak sekitar 5 mm dan ada periode pengeringan sampai tanah retak ( Irigasi terputus). Kedua, Hemat biaya karena hanya butuh benih 5 kg/ha. Tidak memerlukan biaya pencabutan bibit, tidak memerlukan biaya pindah bibit, tenaga tanam kurang dll. Ketiga, Hemat waktu, karena ditanam bibit muda 5 – 12 hss, dan waktu panen akan lebih awal. Keempat, Produksi meningkat, di beberapa tempat mencapai 11 ton/ha, untuk saat ini di Pusdiklat prduktivitasnya baru mencapai 6.4 ton/Ha bisa jadi dikarenakan tanah yang digunakan masih merupakan tanah peralihan konvensional ke organik. Keunggulan yang terakhir adalah Ramah lingkungan karena tidak menggunaan bahan kimia dan digantikan dengan mempergunakan pupuk organik (kompos, kandang dan Mikro-oragisme Lokal), begitu juga penggunaan pestisida.

Susan menjelaskan bahwa untuk melakukan budidaya padi dengan metoda SRI Organik, ada beberapa prinsip yang harus diketahui; antara lain adalah :

  1. Bibit yang digunakan adalah bibit muda berusia kurang dari 12 hari setelah semai (hss) ketika bibit masih berdaun 2 helai. Pada usia ini biji padi masih menempel dibadan bibit, biji padi ini berfungsi sebagai cadangan makanan bagi tanaman padi yang akan ditanam selagi tanaman tersebut beradaptasi dilingkungan baru. Selain itu pada usia tersebut akar belum begitu banyak sehingga akan menngurangi kerusakan struktur akar. Hal ini berbeda dengan metode konvensional dimana bibitnya adalah biit berusia lebih dari 20 hari stelah semai.
  2. Bibit ditanam satu pohon perlubang dengan jarak minimal 25 x 25 cm. Hal ini dimaksudkan untuk memberiak ruang antar pohon yang akan mencegah terjadinya penularan penyakit dan memungkinkan sinar matahari untuk menerobos ke bagian bawah batang.
  3. Pindah tanam harus  sesegera mungkin (kurang dari 30 menit) dan harus hati-hati agar akar tidak putus.
  4. Penanaman padi secara dangkal. Untuk memudahkan akar muda mendapatkan nutrisiya.
  5. Manajemen air ( Pemberian air maksimal 2 cm (macak-macak) dan tanah tidak diairi secara terus-menerus sampai terendam dan penuh, namun hanya lembab) (Irigasi berselang/terputus). Hal ini disesuikan dengan karakter tanaman padi yang sebenarnya menginginkan air yang hanya bersifat macak-macak dan tidak menyukai air yang tergenang.
  6. Peningkatan aerasi tanah dengan pembajakan mekanik untuk meningkatkan aktivitas mikroorganisme dan untuk mempermudah penyerapan nutrisi.
  7. Penyiangan sejak awal ketika anakan sudah mencapai sekitar 14 anakan hal ini dimaksudkan untuk menghidari kompetisi akses nutrisi ketika tanaman beranjak membesar.
  8. Menjaga keseimbangan biologi tanah dengan menggunakan pupuk organik

 

 

 

 

 

ARTIKEL TERKAIT
Hari Tani 2015, Dorong Akselerasi Redistribusi 9 Juta Hektar...
Agroekologi Untuk Kesejahteraan Petani
Setelah 72 Tahun Indonesia Merdeka, Hidup di Perdesaan Tidak...
Obor Perjuangan La Via Campesina Pindah ke Afrika
1 KOMENTAR
  1. bermanfaat sekali…

BERIKAN KOMENTAR ...

INFO TERBARU