ASAHAN. Setelah sebelumnya di Desa Sei Litur, Kabupaten Langkat, Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Serikat Petani Indonesia (SPI) Sumatera Utara kembali mendeklarasikan kampung reforma agraria, kali ini berlokasi di Desa Sei Kopas, Kecamatan Bandar Pasir Mandoge, Kabupaten Asahan, siang tadi (13/05).
Ketua Badan Pelaksana Pusat (BPP) SPI Henry Saragih yang hadir dalam acara ini menyampaikan, deklarasi kampung reforma agraria ini sesuai dengan visi misi pemerintahan Presiden Joko Widodo yang ingin menegakkan kedaulatan pangan nasional, yang salah satu tahapannya adalah dengan melakukan peningkatan akses kepemilikan lahan pertanian bagi petani kecil tidak bertanah.
“Redistribusi lahan kepada 4,5 juta keluarga petani kecil dan buruh tani tersebut merupakan komitmen pemerintahan Jokowi terhadap petani, dan kita SPI sudah melaksanakan hal jauh hari bahkan sebelum organisasi ini berdiri 15 tahun lalu,” kata Henry kepada 2.500 petani yang hadir dalam deklarasi siang tadi (13/05).
Henry melanjutkan, sejak 2007 SPI telah berhasil mendistribusikan lahan seluas 200.000 hektare bagi para petani anggotanya. “Hingga tahun 2019 mendatang, kita SPI mentargetkan berhasil mendistribusikan lahan seluas 1 juta hektare,” tuturnya.
Hal senada diutarakan Ketua Badan Pelaksana Wilayah (BPW) Zubaidah. Ia mengungkapkan, deklarasi kampung agraria kali ini juga bertujuan untuk merumuskan model-model pengelolaan lahan tani pasca perjuangan konflik agraria sebagai bagian dari program mewujudkan kesejahteraan petani dan terwujudnya kedaulatan pangan.
“Rangkaian acara yang melibatkan seluruh anggota SPI Se-Sumatera Utara dari 12 kabupaten ini merupakan upaya untuk mengkonsolidasikan organisasi tani pasca perjuangan konflik agraria, sebagai bagian dari langkah-langkah perjuangan menuju kedaulatan pangan. Kemudian secara khusus dapat memastikan dampak positif berjalannya agenda pembaruan agraria tersebut bagi kesejahteraan petani, pembangunan pedesaan, dan program kedaulatan pangan,” papar Zubaidah.
Syahmana Damanik, Ketua Badan Pelaksana Cabang (BPC) SPI Kabupaten Asahan menjelaskan, kampung reforma agraria ini terdiri atas 153 KK petani dengan lahan seluas 600 hektare.
“600 hektare tersebut terdiri atas lahan kolektif untuk logistik organisasi, dua hektare masing-masing untuk setiap KK untuk ditanami tanaman, fasilitas umum, dan tempat tinggal,” kata Syahmana.
Maulina Boru Sitorus, petani perempuan pemimpin SPI di Desa Sei Kopas menjelaskan, perjuangan mempertahankan lahan dimulai sejak tahun 2003.
“Kami bergabung dengan SPI sejak tahun 2006 dalam usaha merebut lahan kami yang diserobot PT Jayabaru Pratama tanpa Hak Guna Usaha (HGU). Segala pahit getir telah kami alami, mulai diusir, tanaman kami diberangus, dikriminalisasi, bahkan demi mempertahankan lahan kami pernah tidur di depan alat berat buldozer,” jelas Maulina.
Maulina melanjutkan, karena kegigihan, keuletan, dan kesatuan, akhirnya mereka mulai mendapatkan hasilnya sejak tahun 2011. “Sekarang, selain sawit, kami juga menanam jagung, ubi, dan pisang. Kami juga sudah memiliki koperasi untuk mendistribusikan hasil tani. Kami yakin petani mampu mendukung tegaknya kedaulatan pangan mulai dari level desa hingga provinsi,” kata Maulina.
Afrizal Kurniawan dari Yayasan Sintesa menekankan, pemerintah mulai dari tingkat provinsi hingga paling bawah harus mendukung perjuangan petani.
“Apa yang dilakukan oleh petani telah berhasil membangun kehidupan. Sejak petani menguasai lahan, ekonomi masyarakat sekitar juga semakin membaik,” ungkap Afrizal.
Sementara itu, deklarasi yang bertemakan “Menyongsong Babak Baru Perjuangan Agraria Sebagai Bagian Dari Program Pembaruan Agraria Nasional” ini diikuti peresmian pusat pelatihan serta pementasan seni dan pesta rakyat. Acara ini juga dihadiri oleh perwakilan pemerintahan seperti Hidayat Nasution dari DPRD Asahan, Julianto dari Dinas PSDA Sumatera Utara, M. Sinaga dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Asahan, Darwis Sianipar dari KPU Asahan, para instansi pemerintahan tingkat kabupaten, para mahasiswa dan undangan lainnya.