MANILA. Serikat Petani Indonesia (SPI) bersama Assembly of The Poor (organisasi petani Thailand) dan Taiwan Farmers Union (organisasi petani Taiwan) mengunjungi Filipina untuk mengikuti misi solidaritas La Via Campesina (gerakan petani internasional) mendukung perjuangan petani kecil disana. Misi solidaritas ini berlangsung selama tiga hari (22-23-24) Oktober 2013.
Sepintas tentang Pembaruan Agraria di Filipina
Filipina adalah negara di Asia Tenggara yang sudah menjalankan pembaruan agraria mulai 24 tahun yang lalu. Pembaruan agraria di Filipina dikenal dengan Comprehensive Agrarian Reform Program (CARP). Untuk mendukung ini Pemeritah membentuk Departemen Reforma Agraria (DAR). DAR inilah yang bertugas untuk mendata lahan yang masuk ke dalam obyek CARP dan mendistribusikannya ke petani. Kepemilikan lahan dibatasi 5 Ha per KK, oleh karena itu mereka yang punya lahan lebih 5 Ha dijadikan objek CARP. Petani tak berlahan dan yang ingin bertani diberikan lahan 3 Ha selama 30 tahun dengan membayar sewa kepada pemerintah dengan nilai sewa yang tidak mahal. Oleh karena itu didirikan jugalah Land Bank yang berfungsi sebagai bank resmi pemerintah tempat pembayaran ataupun pencicilan biaya sewa lahan.
Namun tetap ada pihak yang tidak senang atas CARP ini. Mereka adalah tuan-tuan tanah yang punya lahan sangat luas dan tidak rela lahannya dibagi-bagi. Tuan-tuan tanah ini punya modal dan pengaruh sangat besar di Filipina. Mereka punya akses sangat bagus ke pemerintahan. Akibatnya tuan-tuan tanah ini sering melobi DAR agar lahannya yang luas tidak masuk atau dibatalkan menjadi objek CARP. Maka timbullah konflik antara petani dan para tuan tanah tersebut. Tuan-tuan tanah jg sering mengklaim lahan yg sudah digarap petani selama puluhan tahun sebagai lahan milik mereka. Akibatnya petani diusir.
Kabar terakhir menyebutkan kalau program CARP ini akan berakhir pada Juni 2014. Hal ini tentu saja adalah kabar buruk bagi petani kecil di Filipina. Oleh karena mereka mendesak pemerintahannya untuk memperpanjang dan meneruskan program CARP ini.
Misi Solidaritas
Dalam misi solidaritas ini, SPI bersama organisasi petani delegasi La Via Campesina lainnya mengunjungi berbagai tempat. Di hari pertama, para delegasi berdiskusi sekaligus memberikan semangat dan solidaritas kepada para petani Filipina yang sudah lebih dari setahun berkemah di depan kantor Departemen Reforma Agraria Filipina di Manila.
Dalam diskusi tersebut, para petani Filipina menyampaikan mereka berkemah di depan kantor DAR untuk memperjuangkan hak-hak (tanah) mereka yang dirampas oleh tuan tanah.
“Kamilah pemilik lahan tersebut. Lalu kemudian tiba-tiba datanglah tuan tanah dan perusahaannya yang mengklaim kalau tanah yang sudah kami olah dari nenek moyang kami adalah milik mereka, hanya karena mereka punya uang dan berkuasa. Akibatnya rumah dan lahan pertanian kami dipagari. Kami tidak bisa masuk ke rumah kami dan tidak bisa bertani. Bahkan salah seorang petugas keamanan memperkosa anak perempuan salah seorang warga kami yang masih berusia 14 tahun,” tutur seorang petani perempuan Filipina yang berasal dari daerah Sumalo, Bataan, Filipina sambil meneteskan air matanya.
Pada hari kedua, SPI bersama delegasi La Via Campesina lainnya mendatangi lokasi konflik di daerah Calamba, Laguna, Filipina. Disini petani Filipina menjelaskan konflik yang mereka alami dan mengakibatkan ditembak matinya salah seorang pemimpin petani lokal mereka. Para Petani di Calamba tersebut menyampaikan, perjuangan yang mereka hadapi cukup berat karena mereka menghadapi tuan tanah yang memiliki pengaruh sangat besar di Filipina, yang mampu “mengendalikan” pengadilan tinggi dan DAR Filipina. Mendengar hal ini, para delegasi La Via Campesina pun membagikan pengalaman mempertahankan lahan di masing-masing negara untuk mengembalikan semangat para petani Calamba.
Achmad Safei, salah seorang perwakilan SPI menyampaikan pengalaman dan strateginya berjuang di daerah Cibaliung, Banten yang berkonflik dengan PT Perhutani.
“Intinya kita petani itu harus bersatu, dan kita harus yakin bahwa yang bisa membawa perjuangan kita menjadi kemenangan adalah kita sendiri, bukan orang lain,” tegas Achmad Syafei.
Hari selanjutnya SPI bersama delegasi La Via Campesina lainnya melakukan kunjungan dan diskusi bersama para petani di daerah konflik lainnya, tepatnya di daerah Sumalo, Bataan. Disini, para petani petani berkonflik dengan tuan tanah dan perusahaannya. Dalam diskusi tersebut, Tantan Sutandi, perwakilan SPI menegaskan kalau perjuangan mempertahankan lahan ini adalah perjuangan mempertahankan kehidupan. Tantan juga menjelaskan “keberhasilan” perjuangan SPI di Sukabumi untuk memotivasi petani disana.
“Perjuangan yang dihadapi bapak-bapak dan ibu-ibu disini tidak jauh berbeda dengan perjuangan di negara kami. Kita sama-sama melawan perampasan tanah. Oleh karena mari kita perkuat barisan kita, kesatuan kita, karena walaupun mungkin bukan kita yang menikmati kemenangan ini, tapi saya yakin anak cucu kita nanti yang menikmatinya. Kita sebagai petani juga harus bangga karena kitalah yang menjaga kedaulatan pangan negara kita,” kata Tantan yang juga Ketua Badan Pelaksana Wilayah (BPW) SPI Jawa Barat ini.
Jaime Tadeo, Presiden Paragos (Organisasi tani Filipina) menyampaikan terimakasihnya atas dukungan dan solidaritas yang diberikan oleh para delegasi La Via Campesina.
“Semoga pengalaman-pengalaman yang diberikan oleh delegasi petani La Via Campesina dari Indonesia, Thailand, dan Taiwan mampu membangkitkan semangat kita di Filipina ini untuk tetap teguh memperjuangkan hak-hak kita,” ungkapnya.
Sementara itu, kedua petani SPI yang mengikuti misi solidaritas ini menyampaikan kalau mereka cukup banyak belajar dari kunjungan kali ini.
“Yang paling banyak saya pelajari adalah bagaimana petani-petani Filipina tersebut bisa bertahan berkemah selama lebih dari setahun di depan kantor Departemen Reforma Agraria,” tambah Syafei.