Hari Tani: perjuangan pembaruan agraria di era demokrasi liberal

Diskusi perjuangan agraria di era domokrasi liberal, Bogor (24/9)

Diskusi perjuangan agraria di era domokrasi liberal di IPB, Bogor (24/9)

BOGOR. Sejarah pertanian menyebutkan bahwa kemajuan pertanian di dunia hanya bisa diraih apabila tedapat penguasaan tanah yang mencukupi untuk bertani. Hal tersebut mengemuka dalam diskusi memperjuangan pembaruan agraria di era demokrasi liberal yang diadakan SPI bekerjasama dengan PSP3 Institut Pertanian Bogor (24/9). Pada kesempatan tersebut hadir para petani dari Desa Ciaruteun,  Dr. Lala Kolopaking (Direktur PSP3 IPB), Gunawan Wiradi (pakar agraria), Prof. Sajogjo (pakar sosial ekonomi) dan sejumlah intelektual muda lainnya.

“Penguasaan tanah oleh kaum tani adalah fundamen yang harus diletakan bila sebuah bangsa bercita-cita hendak memakmurkan mayoritas rakyatnya,” ujar Ketua Umum SPI, Henry Saragih yang menjadi salah satu pembicara dalam diskusi tersebut.

Henry juga menegaskan, dalam era saat ini organisasi tani harus mengambil peran-peran politik demi terwujudnya pembaruan agraria. Pembaruan agraria bukan sekedar urusan tanah, tetapi perombakan struktur agraria agar berkeadilan sosial. Oleh karena itu perlu upaya perjuangan yang lebih luas. “Gerakan rakyat saat ini harus bergerak dari perlawanan sosial menuju perlawanan politik,” ungkap dia.

Era demokrasi liberal

Di zaman Orde Baru gegap gempita pelaksanaan revolusi hijau berlangsung tanpa sedikitpun melaksanakan pembaruan agraria. Bahkan setiap upaya menjalankan pembaruan agraria, dianggap sebagai ancaman bagi keamanan dan stabilitas bangsa. Revolusi hijau memang meningkatan produksi beras nasional, tetapi gagal dalam merombak struktur penguasaan agraria dan memajukan pertanian rakyat.

Era baru demokrasi akhirnya datang dan kini sudah sepuluh tahun Indonesia berdemokrasi dengan sebuah harapan besar tentang peningkatan nasib sebagian besar  rakyat. Sayangnya alih-alih muncul kemajuan, justru pertanian dan pangan bangsa masuk dalam jebakan pangan (food trap). Pemenuhan pangan didatangkan dari pasar internasional dan perusahaan trans-nasional agribisnis sebagai agennya. Penyediaan benih, bakalan ayam, bahkan beberapa jenis pangan seperti terigu, gandum, kedelai, gula, daging harus didatangkan dari pasar internasional yang dikuasai oleh perusahaan trans-nasional agribisnis.

Padahal seharusnya demokrasi sebagai sebuah antitesa dari sistem otoritarian akan memberikan kesempatan bagi penguatan dan konsolidasi kekuatan politik sebagian besar rakyat, yaitu petani. Namun era demokrasi yang saat ini tengah berlangsung nyatanya justru memberikan kesempatan bagi perusahaan-perusahaan trans-nasional agribisnis untuk merebut ekonomi pangan dan pertanian yang seharusnya menjadi hak dari kaum tani.

Gelombang demokratisasi di dunia terjadi paralel dengan gelombang globalisasi sistem ekonomi neoliberal (perekonomian pasar bebas, privatisasi, invetasi liberal, pengurangan kontrol negara/ deregulasi). Namun demikian tidak seharusnya demokrasi mengakomodir dari kepentingan neoliberal, karena kepentingan yang seharusnya diprioritaskan adalah kepentingan sebagian besar rakyat, notabene kaum tani.

ARTIKEL TERKAIT
Air Kencing Kelinci: Cairan Ajaib Untuk Pertanian
KTM WTO Ke-9: Perundingan Jenewa Gagal, Akhiri WTO
Melindungi Benih Lokal Melalui Pertanian Keluarga; Jalan Kel...
Deklarasi SPI Bireuen
BERIKAN KOMENTAR ...

INFO TERBARU