Cita-cita kaum tani dan rakyat, yakni pembaruan agraria, bukanlah barang baru. Pembaruan agraria telah tertuang sebagai cita-cita dari kemerdekaan nasional serta konstitusi RI dengan tujuan kesejahteraan, keadilan, kebahagian dan kemakmuran rakyat. Sehingga kemudian pada perkembangannya diwujudkanlah cita-cita ini dalam UUPA 1960, termasuk beberapa program nasionalisasi terhadap kekayaan alam dan sumber agraria lainnya yang selama masa kolonial dikuasai oleh penjajah.
Namun perkembangan ekonomi-politik di negeri ini tetap saja mengikuti jalur historisnya sebagai jalan panjang kolonialisme. Hingga sekarang, praktek dan kebijakan neoliberalisme kembali menelanjangi kedaulatan rakyat. Sebut saja prakteknya: pasar tanah, privatisasi air, pengebirian hak asasi manusia, kebijakan perkebunan, penggusuran, pendidikan mahal dan kesehatan susah. Juga bisa kita lihat dari berbagai UU yang disahkan pemerintah, mulai dari UU Penanaman Modal Asing, Perkebunan, Kehutanan, Migas, Sumber Daya Air, hingga yang paling mutakhir Penanaman Modal, memperlihatkan bagaimana kekuasaan saat ini begitu berpihak kepada segelintir pemodal dan penguasa.
Namun terbukti perjuangan rakyat tak pernah surut. Buku akan Anda baca adalah salah satu dari tiga buku dokumentasi dan analisis kritis mengenai perjuangan mewujudkan pembaruan agraria. Ketiga buku ini sendiri mencerminkan pengalaman kaum tani anggota Serikat Petani Indonesia (SPI) dari sudut pandang internal di tiga lokasi: Bukit Kijang (Asahan, Sumatera Utara), Kawasan Hutan Resort Ngadisono (Wonosobo, Jawa Tengah) dan Suka Maju (Tanjung Jabung Timur, Jambi). Sepak terjang perjuangan kaum tani yang selama ini tak tercatat, akhirnya bisa terukir dengan tinta emas dalam sejarah.
Pembaruan agraria dari bawah (agrarian reform by leverage) yang berlangsung di Bukit Kijang telah terbukti secara sosial memangkas masalah-masalah yang selama ini menjadi kendala kaum tani. Masalah itu antara lain pengangguran, kemiskinan yang secara umum menyangkut kesejahteraan sosial rakyat. Terbukti dengan perombakan struktur agraria di kawasan tersebut, kaum tani bisa menapaki sukses jika dipandang secara sosial-ekonomi. Tanpa dukungan dana ataupun asistensi dari pemerintah, secara mandiri kaum tani ternyata mampu melaksanakan pembaruan agraria yang katanya membutuhkan waktu yang lama dan biayanya sangat mahal—sehingga akademisi antek-antek neoliberal menyebutnya proses yang tidak efektif. Terbukti, dari proses pengorganisasian dan praktek langsung selama kurang lebih 20 tahun ternyata pembaruan agraria walaupun dalam skala kecil bisa terlaksana dengan baik. Tanpa dana bantuan pemerintah, tanpa bantuan besar-besaran dari donor maupun pihak eksternal lain, terbukti OTL Tani Jaya bisa merombak struktur agraria di Bukit Kijang dengan mandiri, bahkan membangun gerakan ekonomi kerakyatan dari nol hingga kebesarannya yang fenomenal saat ini.
Pangan di kampung kama distrik wesaput kabupaten Jayawijaya Papua pegunungan, tolong dibantu Kana krisis bagi orang Asli Suku Wio