Pemerintah Jangan Malu Lindungi Pertanian, Usir WTO dari Pertanian!

konpers

JAKARTA. Isu pertanian kembali jadi batu sandungan dalam lanjutan negosiasi menuju Konferensi Tingkat Menteri (KTM) Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) ke-9 di Bali. Serikat Petani Indonesia (SPI) memang menganggap isu pertanian sangat sensitif, dan tidak bisa dikomodifikasi—apalagi ditukar dengan negosiasi lain. Dalam sejarah, pertanian hampir selalu menjadi penghalang konklusi Putaran Doha, terutama sejak tahun 2005.

Kali ini, inisiatif kelompok G33 untuk subsidi pertanian yang dituding menjadi masalah. Usulan subsidi pertanian negara berkembang yang hanya 10-15 persen dianggap menyalahi aturan pertanian WTO (AoA pasal 6), sehingga mendapat perlawanan keras—terutama dari negara maju macam Amerika Serikat. India adalah salah satu pihak yang tak gentar di negosiasi terakhir. Mereka berdiri melindungi kebijakan domestik mereka agar subsidi pertanian terjaga, sehingga harga dan produksi domestik aman. Sementara Indonesia masih adem-ayem saja di dalam G-33.

Menyikapi hal ini dan menuju KTM WTO ke-9 di Bali nanti, SPI ingin menyikapi beberapa hal, yang disampaikan oleh Ketua Umum SPI, Henry Saragih.

“Ada tiga hal yang menjadi catatan penting kita mengenai penolakan subsidi untuk negara berkembang ini. Yang pertama adalah kita menolak aksi negara maju untuk mengangkangi kedaulatan negara-negara macam India dan Indonesia. Subsidi adalah salah satu jalan negara untuk melindungi rakyatnya, khususnya petani. Dalam hal ini, negara lain, bahkan WTO tak sepantasnya mengobok-obok kebijakan dalam negeri kita,” paparnya pada konferensi pers di sekretariat Dewan Pengurus Pusat (DPP) SPI tadi pagi (29/11)

“Kedua, isu ketidakadilan. Negara maju secara historis telah berlindung dalam kotak-kotak: blue box, green box di dalam aturan WTO, sehingga mereka bisa menggelontorkan subsidi untuk sektor pertanian. Saat negara berkembang meminta hal yang sama, malah ditolak,” lanjut Ketua Umum SPI tersebut.

Subsidi pertanian pemerintah federal AS setiap tahun tercatat sekitar US$100 milyar (Rp 1.200 trilyun), sementara Uni Eropa rata-rata menorehkan angka sekitar €55 milyar per tahun (Rp 888,64 trilyun). Bandingkan dengan Indonesia, anggaran subsidi pertanian di APBN 2013 hanya Rp 143 trilyun.

“Ketiga dan terakhir, pemerintah Indonesia jangan malu juga untuk melindungi pertanian. Berdiri tegaklah seperti India di negosiasi terakhir. Lindungi rakyat, lindungi petani, lindungi konsumen,” tegas Henry.

Henry juga mencatat kekhawatiran khalayak bahwa Indonesia terkesan hanya ingin menjadi tuan rumah yang baik, namun negosiasi yang penting terlepas.

“Isu perlindungan pertanian domestik dan subsidi adalah salah satu yang paling krusial untuk negeri ini. Kita harapkan Indonesia juga tetap bersolidaritas dengan India dan solid bersama negara berkembang lain untuk melawan tipu-tipu negara-negara maju, jangan berkhianat,” jelasnya.

Henry menambahkan, SPI juga menuntut agar pemerintah Indonesia tidak menjadi “good boy saja di negosiasi WTO. Pemerintah harus benar-benar kuat dan substantif, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum—layaknya mandat konstitusi. Petani sudah rindu haknya untuk perlindungan dan pemberdayaan, karena sejak WTO berlaku secara efektif tahun 1995, praktis sektor pertanian Indonesia tergerus. Pendapatan negara berkurang dari  tarif impor pangan yang harus dipotong terus, sementara kehidupan petani sulit jika harus bersaing dengan produk-produk yang membanjiri pasar.

“SPI berkesimpulan bahwa negosiasi WTO telah gagal mewujudkan kesejahteraan petani, dan sepantasnya Indonesia bersikap tegas pada KTM WTO ke-9 di Bali; untuk mengusir WTO dari pertanian kita. WTO telah mandek dari tahun 2001, dan tak layak menjadi forum sah untuk mengatur perdagangan yang adil. Mari kita konsentrasi bangun kedaulatan kita, pertanian kita, dan kebijakan pangan kita yang benar-benar melindungi rakyat, petani Indonesia,” tambah Henry.

Kontak selanjutnya:

Henry Saragih – Ketua Umum SPI – 0811 655 668

Muhammad Ikhwan – Ketua Departemen Luar Negeri DPP SPI – 0819 3209 9596

ARTIKEL TERKAIT
Ironi “Madep Mantep Pangane Dewe” di Kulon Progo Ironi "Madep Mantep Pangane Dewe" di Kulon Progo
Lagi, 40 Hektar Lahan Petani SPI Kampar Digusur
Pusdiklat Pertanian Organik Bogor
Membangun Kemandirian dan Keswadayaan A la Petani SPI Meunas...
BERIKAN KOMENTAR ...

INFO TERBARU