SEMARANG. Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Serikat Petani Indonesia (SPI) Provinsi Jawa Tengah (Jateng) menyambut Tim Safari Ramadhan Dewan Pengurus Pusat (DPP) SPI dengan mengadakan kegiatan diskusi dan buka puasa bersama yang juga dihadiri oleh aliansi Gerakan Tani Untuk Kedaulatan (GERTAK) Jawa Tengah, di Semarang (09/08).
Dalam diskusi tersebut terungkap adanya peningkatan ancaman pengambil alihan lahan-lahan pertanian akibat berbagai proyek investasi yang semakin meningkat. Proyek pembangunan PLTU di Batang, PLTN di Cilacap, Semen Gresik, dan proyek lain tengah mengancam kehidupan petani-petani kecil.
Banyaknya konflik agraria di Jateng yang muncul ke permukaan belum mengkerucut menjadi gerakan agraria yang massif. Kebanyakan aksi-aksi yang muncul merupakan tindakan reaksioner atas kasus-kasus yang muncul ke permukaan. Namun tidak berlanjut menjadi aksi-aksi massa yang intensif.
Banyaknya konflik agraria yang berlarut-larut tanpa penyelesaian bahkan menimbulkan korban jiwa, mendorong terbentuknya GERTAK pada awal tahun 2012. Gerakan Tani Untuk Kedaulatan (GERTAK) merupakan aliansi yang beranggotakan organisasi tani, LSM dan organisasi mahasiswa di Jateng, yang bertujuan untuk membangun konsolidasi gerakan tani di Jawa Tengah. Tidak terkonsolidasikannya berbagai perjuangan konflik agraria mengakibatkan lemahnya gerakan tani di Jateng. Bahkan dalam kasus tanah salah satu anggota GERTAK yang telah dimenangkan petani melalui putusan MA, tanah masih tidak dikuasai oleh petani.
Mengkritisi dinamika ekonomi politik di Jawa Tengah, Mugi Ramanu menandaskan perlunya aliansi untuk memperkuat gerakan petani dan gerakan rakyat di Jawa Tengah. “Slogan Pemerintah Daerah Jawa Tengah “Bali Deso Mbangun Deso” (Pulang ke Desa Membangun Desa), tidak sejalan dengan keadaan yang sebenarnya di desa. Pemerintah Daerah justru melakukan eksploitasi secara besar-besaran terhadap rakyat di pedesaan dengan mengundang investor untuk mengeruk kekayaan alam lokal. Banyak tanah rakyat yang terancam diambil alih untuk pembangunan berbagai proyek besar di Jawa Tengah, seperti pembangunan PLTU di Batang, pembangunan PLTN di Cilacap, Penambangan semen di Tuban dan Pati, dan banyak lagi proyek eksploitasi yang mengatasnamakan penbangunan” jelas Mugi.
Ketua umum DPP SPI, Henry Saragih menyatakan, tantangan yang dihadapi oleh perjuangan petani semakin hari makin berat. Kekuatan modal semakin gencar menguasai sebanyak mungkin tanah dan sumber daya alam yang ada. Dan celakanya pemerintah justru membentangkan karpet merah bagi masuknya investasi asing secara besar-besaran dalam sepuluh tahun terakhir.
“Dihadapkan pada kondisi yang demikian, tidak bisa ditawar-tawar bahwa gerakan rakyat haruslah kuat untuk menghadapi ancaman tersebut,” tegasnya.
Lebih lanjut dia menyatakan, gerakan rakyat harus memulai membangun suatu sistem ekonomi alternatif yang tidak menghisap.
“Membangun sistem ekonomi alternatif yang kita idealkan ini bukanlah pekerjaan yang ringan. Ini membutuhkan kerja-kerja jangka panjang, dan harus terus menerus dilakukan dan terus diperbaiki. Karena sistem ekonomi kapitalis yang menindas saat ini telah berkembang dalam jangka waktu yang panjang, dan mereka terus menerus memperbarui sistem penindasan ini agar terus bertahan dan menguntungkan kelompok pemodal,” paparnya
Ketua DPW SPI Jateng, Edi Prayetno mengatakan, selain memperkuat organisasi, SPI Jateng juga memperkuat praktek-praktek ekonomi untuk peningkatan kesejahteraan petani.
“Sebagaimana dilakukan oleh anggota-anggota basis SPI di Kabupaten Pati yang mengembangkan tepung mocaf, koperasi madu, serta produksi kopi,” ungkapnya.
Pertemuan tersebut menjadi kesempatan untuk merefleksikan gerakan rakyat di Jawa Tengah, serta menyepakati langkah-langkah tindak lanjut untuk mengkonsolidasikan gerakan rakyat.