JAKARTA. Awal bulan ini Badan Pusat Statistika (BPS) mengeluarkan data yang menyebutkan, terjadi penurunan angka kemiskinan di Indonesia dari September 2013 ke Maret 2014. Namun, penurunan angka kemiskinan masyarakat pedesaan lebih sedikit dibandingkan dengan masyarakat kota, masing-masing sebesar 0,12 juta jiwa dan 1,5 juta jiwa. Hal ini cukup miris, mengingat pedesaan yang merupakan sentra pangan dan pertanian namun justru menjadi sentra kemiskinan dan juga rawan kelaparan akibat kemiskinanya. Faktor penyebab kemiskinan masyarakat pedesaan adalah beras (32,89 %) dan mie instan (2,42%) sebagai pangan pengganti beras.
Menurut Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih, hal ini berarti petani tidak bisa tidak menahan cadangan berasnya, sehingga suatu saat petani harus membeli beras dan kalau terdesak membeli mie instant.
“Terjadi diversifikasi pangan di pedesaan yang tidak diharapkan, karena alternatif konsumsi beras adalah mie instant yang bahan utamanya merupakan gandum impor,” ungkap Henry di Jakarta saat menghadiri pembukaan acara Forum Nasional Petani dan Nelayan Indonesia 2014 yang bertemakan “Memperkuat Peran Organisasi Petani dan Nelayan Untuk Kedaulatan Pangan,” siang ini (02/07).
Pada kesempatan yang sama, Henry menyampaikan, berdasarkan data BPS terbaru terjadi penurunan rumah tangga petani padi, kedelai, dan jagung selama 10 tahun terakhir (2003-2013). Rumah tangga petani kedelai berkurang 314.800 rumah tangga atau sekitar 31,91 persen; rumah tangga petani padi berkurang 0,41 persen dari 14,2 juta menjadi 14,1 juta rumah tangga, dan rumah tangga petani jagung berkurang 20,4 persen sebanyak 785.150 rumah tangga.
“Ini fakta lainnya yang menunjukkan kalau pemerintahan SBY tidak berpihak kepada kepentingan keluarga petani kecil,” tegas Henry.
Oleh karena itu menurut Henry, sebagai kaum penyedia pangan, petani kecil dan nelayan perlu mengorganisasikan diri mereka sendiri pada berbagai kelembagaan di tiap segi kehidupan, sosial ekonomi, sosial budaya dan sosial politik untuk keluar dari jerat lingkaran kemiskinan tersebut dan mengobarkan perjuangan terhadap apa yang merusak kedaulatan pangannya.
“Salah satu media pengorganisasian kaum tani diantaranya adalah melalui ForumNasional Petani dan Nelayan yang diikuti oleh 16 organisasi petani dan nelayan selama tiga hari (02-04 Juli 2014). Media ini juga sesuai dengan apa yang disebutkan dalam UU Perlindungan Pangan Berkelanjutan No.41/2009. Kita sebagai bagian dari keluarga petani kecil harus bangga bahwa kitalah yang menjaga kedaulatan pangan nasional, bukan perusahaan-perusahaan pangan transnasional. Jika kita berorganisasi kita akan semakin kuat dan bersama-sama mampu menghadang permasalahan yang membuat kita tak bertani lagi, ”papar Henry.
Henry menambahkan, peranan keluarga petani kecil dalam memberi makan dan menyediakan pangan untuk masyarakat dunia sudah diakui oleh Organisasi Pangan Dunia (FAO).
“Buktinya FAO mencanangkan tahun 2014 ini sebagai Tahun Internasional Keluarga Petani. Jadi kalau kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah kita sama sekali tidak memihak petani kecil dan organisasinya, perlu kita pertanyakan motivasi dan motif di belakangnya,” tambah Henry.
Kontak selanjutnya:
Henry Saragih – Ketua Umum SPI – 0811 655 668