Pertemuan Regional ke-4 Pemuda Tani La Via Campesina Asia Tenggara dan Timur

JAKARTA. Pada tanggal 3-7 September 2011 yang lalu, peserta dari Serikat Petani Indonesia (SPI) Achmad Ya’kub, Elisha Kartini dan Eka Wildanu dari DPC SPI Cirebon menghadiri pertemuan regional ke-4 pemuda La Via Campesina Asia Tenggara dan Asia Timur di kota Sangju, Korea Selatan. Pertemuan ini diikuti oleh kurang lebih 26 peserta dari 11 organisasi yang ada di kawasan ini, 9 diantaranya merupakan organisasi anggota La Via Campesina di region Asia Tenggara dan Timur, serta 2 organisasi pengamat dari Taiwan dan Australia.

Pertemuan tahunan ini bertujuan untuk meningkatkan keterlibatan pemuda dalam organisasi tani di masing-masing negara dan juga mendorong keterlibatan pemuda dalam pertanian. Hampir di semua negara yang hadir menghadapi masalah yang sama dengan semakin berkurangnya jumlah pemuda di sektor pertanian dan terjadinya migrasi besar-besaran para pemuda baik ke kota maupun menjadi buruh migran. Salah satu perkembangan menarik dari pertemuan tahunan pemuda regional saat ini di hampir semua organisasi anggota region Asia Tenggara dan Asia Timur telah memiliki divisi kepemudaan, yang bertanggung jawab untuk mengorganisir pemuda pedesaan dan meningkatkan peran pemuda baik di pertanian maupun dalam organisasi tani.

Di Indonesia saja saat ini hanya tinggal 11% dari total pemuda, atau sekitar 6,9 juta orang yang terlibat di pertanian, sementara di negara-negara seperti Korea Selatan dan Jepang rata-rata usia petani di atas 65 tahun. Hal ini menggambarkan hampir tidak adanya regenerasi di sektor pertanian. Dalam presentasinya Achmad Ya’kub menyampaikan bahwa SPI mengganggap penting regenerasi di sektor pertanian karena pemudalah yang akan menjadi penerus baik sebagai produsen utama pangan maupun pemimpin dalam organisasi.

Yoon Geum Sun, Komite Koordinator Internasional Via Campesina dari Korea menyatakan bahwa di tangan para pemuda lah kita berani bermimpi akan adanya perubahan dalam pertanian dan di dunia, para pemuda menyimpan semangat besar untuk mendorong terjadinya perubahan dankeluar dari multikrisis global yang dihadapi dunia saat ini.

Pada kesempatan ini juga organisasi tuan rumah Korean Peasant League (KPL) dan Korean Women Peasant Association (KWPA) mengajak peserta untuk field trip agar peserta dapat memahami isu-isu perjuangan para petani di Korea Selatan. Field trip dilakukan di tiga lokasi, yang pertama ialah ke daerah tempat pangakalan militer AS terbesar di Korea, Camp Carol berlokasi.  Di camp ini, diketahui bahwa tentara Amerika masih menyimpan Agent Orange, senjata kimia berbahaya yang pernah digunakan sebagai senjata kimia dalam perang Vietnam. Agent Orange ini telah mencemari tanah dan air, dan menyebabkan penduduk desa ini menderita kanker 3 kali lebih banyak dari rata-rata penderita kanker di Korea Selatan. KPL, KWPA bersama organisasi masyarakat lainnya di menuntut Amerika untuk mengakui hal tersebut secara terbuka, meminta maaf kepada masyarakat Korea dan segera memperbaiki keadaan tanah dan air yang tercemar.

Lokasi field trip kedua ialah tepian Sungai Nakdong, salah satu dari 4 sungai utama di Korea dimana tengah dilakukan pembangunan mega dam. Pemerintah Korea menyatakan bahwa pembangunan dam ini bertujuan untuk mencegah banjir dan memastikan persediaan air bersih di Korea, namun yang terjadi justru semakin sering terjadi longsor di sepanjang tepian wilayah pembangunan tersebut, dan merusak pipa aliran air bersih. Belum lagi wilayah pertanian sepanjang tepian sungai yang rusak akibat pembanguanan mega dam tersebut. Masyarakat menuntut dihentikannya pembangunan mega dam di keempat sungai utama itu.

Lokasi field trip yang ketiga ialah pertanian organik tertua di Korea Selatan, yang dimulai 20 tahun lalu. Keluarga petani ini menanami lahan seluas 5,8 hektar dengan padi, peach dan pear secara organik. Menjadi petani organik di Korea pada periode tersebut, bukanlah hal yang mudah. Terutama dengan kebijakan dan stigma yang ditanamkan pemerintah bahwa pertanian organik identik dengan ideologikomunisme, sehingga siapa saja yang melakukan pertanian organik harus menghadapi hukuman penjara atau disiksa. Namun saat ini berkat kegigihan para petani dan dukungan konsumen yang semakin menyadari pentingnya pangan sehat mereka berhasil mengembangkan pertanian organik. Saat ini semua pemasaran dilakukan secara langsung via internet. Saat ini semakin banyak pula anak-anak muda dari kota yang tinggal bersama keluarga-keluarga petani untuk belajar pertanian, dengan harapan kelak mereka bisa memiliki usaha pertanian sendiri.

Pada pertemuan kali ini juga dilakukan pemilihan koordinator pemuda regional untuk menggantikan koordinator sebelumnya yang telah habis masa jabatannya selama 2 tahun. Hasil pemilihan ini secara aklamasi memutuskan Achmad Ya’kub dari SPI dan satu orang perempuan dari KWPA untuk menjadi koordinator pemuda regional periode 2011-2013.

ARTIKEL TERKAIT
Solidaritas SPI Aceh Untuk Korban Gempa Bener Meriah dan Aceh Tengah Solidaritas SPI Aceh Untuk Korban Gempa Bener Meriah dan Ace...
Kerakusan neoliberal penyebab turunnya harga sawit Kerakusan neoliberal penyebab turunnya harga sawit
Kenaikan HET pupuk menambah beban petani Kenaikan HET pupuk menambah beban petani
Muscab SPI Gunungkidul : Ijo Royo-Royo Gemah Ripah Loh Jinawi Muscab SPI Gunungkidul : Ijo Royo-Royo Gemah Ripah Loh Jinaw...
BERIKAN KOMENTAR ...

INFO TERBARU