CIREBON. Harga bawang merah di Kabupaten Cirebon mengalami kenaikan, setelah dua tahun terpuruk. Harga di tingkat petani kini mencapai Rp 8.000 – Rp 10.000 per kilogram. Walaupun demikian, kenaikan harga tidak memberi dampak bagi petani bawang merah di Cirebon. Hal ini karena petani di Cirebon tidak menanam apalagi panen bawang. Sebaliknya, petani baru mulai menanam bawang merah pada awal Juni dan baru bisa dipanen Agustus nanti.
Ketua Badan Pelaksana Cabang (BPC) Serikat Petani Indonesia (SPI) Cirebon, Mae Azhar mengatakan, petani sedang tidak punya bawang untuk tidak dijual.
“Malah sekarang petani sedang butuh bawang untuk bibitan, dan itu mereka harus beli karena petani bawang di Cirebon kebanyakan tidak membuat bibit sendiri,” ungkapnya di Cirebon (17/05).
Dia mengatakan, bibit bawang merah biasanya dibeli petani dari luar negeri seperti Filipina, sedangkan dalam negeri didapatkan dari daerah Brebes, Jawa Tengah. Harga bibit bawang saat ini pun mencapai Rp 15.000 – Rp 16.000 per kg. Harga-harga tersebut naik hampir tiga kali lipat dari harga semula yang hanya Rp 5.500 per kg.
“Jadi kalau dihitung-hitung, ya tetap petani tidak untung. Petani harus beli bibit Rp 16.000 per kilogramnya sementara harga jual hasil panen di bawah itu, walau saat ini dibilang tengah tinggi,” kata Mae.
Karena tidak pernah untung, kata dia, banyak petani bawang merah di Kabupaten Cirebon yang meninggalkan bertanam bawang merah. Petani lebih memilih beralih menanam tanaman lain. Akibatnya, 240 hektare atau 80 persen dari total area tanaman bawang merah di Kabupaten Cirebon beralih fungsi. Jika pun masih ada menanam bawang merah, itu lebih karena menjaga tradisi saja.
“Sehingga potensi kita terperangkap bawang impor ke depannya makin tinggi dan mendalam,” tambahnya.
Mae menyampaikan bahwa mereka tidak tahu apakah awal Juni nanti banyak petani yang menananm bawang merah atau tidak. Sebab dikhawatirkan harga tinggi saat ini tidak bertahan sampai masa panen bawang sekitar Agustus nanti. Apalagi biasanya jika panen tiba, harga bawang justru anjlok.
Harga bawang selama dua kurun tahun belakangan ini mengalami keterpurukan. Harga bawang di tingkat petani hanya Rp 2.500 per kilogram. Harga itu jauh di bawah modal yang dikeluarkan petani.
Ketua Departemen Kajian Strategis Nasional, Badan Pengurus Pusat (BPP) SPI, Achmad Ya’kub menjelaskan bahwa pemerintah masih memiliki banyak “PR” terutama menyediakan bibit bawang merah yang berkualitas produksi nasional.
“Importasi bawang ini sudah banyak merugikan petani. Kadang bawang impor untuk benih justru di jual dipasaran sehingga ketika panen di petani mengakibatkan harga anjlok,” ungkapnya.
Ya’kub juga menjelaskan bahwa pemerintah harus memperbaiki sistem harmonisasi (harmonized system-HS) terkait importasi produk hortikultura sepeeti bawang merah ini, karena HS-nya tidak jelas mengakibatkan kerugian di level petani, apakah yang diizinkan itu untuk benih petani, industri, atau konsumsi. Hal ini juga pernah terjadi pada produk kentang yg mengakibatkan harga kentang di level petani anjlok hingga 50 persen.
“Baru-baru ini Kemendag dan Kementan mengeluarkan kebijakan pengetatan importasi produk hortikultura. Pengetatan ini bisa saja berupa tax barrier atau non tax barrier. Tentu kepentingan nasional haruslah menjadi rujukan pertama, demi tercapainya kedaulatan pangan di Indonesia,” tambahnya.