Petani SPI Indramayu Bagikan Pengalaman Agroekologi kepada Peserta Asia Learning Exchange on Agroecology Economies

INDRAMAYU. Petani anggota Serikat Petani Indonesia (SPI) Indramayu berbagi pengalaman perjuangan dan praktik agroekologi dalam story session yang menjadi bagian dari rangkaian kunjungan peserta Asia Learning Exchange on Agroecology Economies. Kegiatan ini berlangsung di Kawasan Daulat Pangan (KDP) SPI Indramayu pada Sabtu, 26 April 2025.

Dalam sesi tersebut, para pembicara, yakni Try Utomo (Ketua Dewan Pengurus Cabang SPI Indramayu) Zulfikar (Sekretaris Dewan Pengurus Cabang SPI Indramayu), Benny dan Ito (petani agroekologi), serta Ela (petani perempuan), menceritakan transformasi yang dilakukan dari pertanian berbasis kimia menjadi sistem agroekologi yang lebih berkelanjutan.

Salah satu perubahan pentingnya adalah penggunaan pupuk alami untuk menggantikan pupuk kimia yang mahal dan sulit diperoleh. Benny mencontohkan, biaya produksi per hektare yang sebelumnya mencapai 10–15 juta rupiah dapat ditekan menjadi sekitar 5–6 juta rupiah setelah beralih ke pupuk organik berbahan kotoran kambing, tanpa mengurangi hasil panen yang mencapai 8 ton per hektare.

Ito, salah satu petani agroekologi, turut berbagi pengalamannya dalam mengurangi ketergantungan terhadap pupuk kimia. Sebelumnya, ia menggunakan 7 kuintal pupuk urea untuk satu hektare sawah, namun hasil panennya hanya sekitar 4 ton per hektare. Setelah mulai beralih ke pupuk alami, dalam tahun pertama penggunaan pupuk kimia dikurangi menjadi 4 kuintal, hasil panen justru meningkat menjadi 5 ton.

Pada tahun ketiga, penggunaan pupuk urea ditekan hingga hanya 1 kuintal, dan panen melonjak menjadi 7 ton per hektare. Bahkan, ketika penggunaan pupuk urea dikurangi drastis menjadi 30 kilogram per hektare, hasil panen tetap stabil di angka 7 ton meski curah hujan berkurang. Pengalaman ini menegaskan bahwa ketergantungan terhadap pupuk kimia dapat ditekan tanpa menurunkan produktivitas, justru penggunaan pupuk organik bisa semakin meningkatkan hasil.

Ela, mewakili petani perempuan, menambahkan bahwa diversifikasi tanaman di sela-sela sawah, seperti menanam mangga, jeruk, dan sayuran, tidak hanya memperbaiki kesuburan tanah, tetapi juga meningkatkan pendapatan dan kedaulatan pangan keluarga.

Peserta internasional aktif mengajukan pertanyaan pada kesempatan ini. Di antaranya Chandra dari Agroecology Fund yang bertanya soal perbandingan hasil panen antara pertanian kimia dan agroekologi, Anne Lapapan dari AoP Thailand yang menanyakan teknik perbaikan tanah bekas perkebunan tebu, serta perwakilan dari Public Organization Rushnoi, Tajikistan yang mengulik tentang produktivitas lahan, ekspor hasil pertanian, dan pola tanam rotasi.

Dalam sesi tanya jawab, Zulfikar menjelaskan bahwa penggunaan pupuk alami membantu memperbaiki kondisi tanah. pH tanah yang sebelumnya rendah (4–5) kini meningkat menjadi 6–7.

Para petani juga mengadopsi teknik lain seperti pembangunan rumah burung hantu untuk mengendalikan hama tikus secara alami, serta penggunaan rimpang sebagai pestisida tradisional yang telah diwariskan oleh leluhur mereka sebelum era Revolusi Hijau.

Selain itu, Koperasi Petani Indonesia (koperasi petani SPI Indramayu) juga berperan penting dalam memperkuat kedaulatan ekonomi petani. Melalui koperasi petani SPI, hasil pertanian kini dikelola dan dipasarkan secara mandiri, tanpa bergantung pada tengkulak.

Menutup sesi, Try Utomo menyampaikan bahwa saat ini produksi beras di Indramayu masih difokuskan untuk memenuhi kebutuhan nasional dan belum diekspor. Namun, para petani terus berinovasi dengan sistem tanam bergilir, termasuk menanam tanaman sekunder seperti cabai, jagung, dan melon di lahan sawah usai panen padi, untuk menjaga keseimbangan ekosistem tanah.

Story session ini mempertegas pentingnya solidaritas antarpetani dalam mengembangkan praktik agroekologi sebagai jalan mewujudkan kedaulatan pangan yang berkelanjutan di tengah berbagai tantangan global.

ARTIKEL TERKAIT
Pusdiklat Nasional SPI Terima Kunjungan Peserta Asian Learni...
SPI Bagikan Kisah Sukses Koperasi Petani dalam Forum Diskusi...
Sekolah Agroekologi Shashe: Pusat Agroekologi dan Praktek Ke...
SPI Gelar Pendidikan Agroekologi, sebagai Perjuangan Pembang...
BERIKAN KOMENTAR ...

INFO TERBARU