Piala Dunia 2014 ternyata belum menghasilkan perubahan alias status quo dalam pencapaian Juara Dunia. Jerman, Brazil, Belanda dan Argentina yang lolos ke babak semifinal adalah tim-tim langganan Piala Dunia. Namun tentunya keberhasilan mereka tersebut bukan hasil dari KKN ( korupsi, kolusi dan Nepotisme) dari FIFA Sang Panitia Bola atau bukan hasil dari rekayasa Bandar Judi kelas tinggi, tapi sebaliknya hasil dari tradisi sepak bola yang kuat, dimana pembinaan dan pengembangan sepak bola dilakukan secara serius di negerinya masing-masing. Tradisi dan lebih jauh budaya yang kuat memang akan menghasilkan sistem pelatihan, pembinaan dan pendidikan yang selanjutnya juga akan memperkuat dan melanggengkan tradisi tersebut. Demikian kait mengkait antara tradisi, budaya dan pendidikan.
Naa…bagaimana model pembinaan, pendidikan dan pelatihan sesaat jangka pendek Tim Jerman menjelang semifinal Piala Dunia besok ? –Gothak-gathik-gathuk alias dicocokan dan kayakknya cocok – seiring dengan Bulan Puasa, Tim Jerman dan tentunya Mezut Ozil – pemain Jerman yang muslim menjalankan ‘puasa’ melihat dan mendengar dengan mengisolasi seluruh pemainnya di pusat pelatihan di balik tembok tinggi benteng ‘Campo Bahia’ di tepi Samudera Atlantik. “Puasa” bicara, melihat dan mendengar dari Tim Jerman bertujuan agar semua pemain, pelatih dan asistennya tidak pusing dengan segala komentar media, para penggemar dan pendukung yang ingin fotoselfy dengan para bintang bola dari negeri Uber Alles tersebut. Formula isolasi ala kepompong disebut Tim Jerman adalah “Konzentration und Fokussierung – demikian dikutip dari Antara.
Wah…derajat ‘Puasa’ Tim Jerman ini sudah tinggi nih. Mereka seperti sudah ‘mengamalkan’ Puasa Tarekat. Menurut Kang Jalaldin Rakhmat (1999), Dalam Puasa pada tingkat tarekat, kita bergerak lebih jauh lagi dalam puasa kita. Macam puasa tarekat tersebut adalah (i) Puasa bicara – sebagaimana yang diamalkan oleh Siti Mariyam saat mengandung Isa – lebih sekedar untuk menahan lidah untuk tidak menggunjingkan orang, mencaci maki, menghujat dsb..dan bukan berarti kalau tidak puasa hal tersebut boleh dilakukan. Bicara kita bernilai Perak, tetapi diam kita adalah Emas; (ii) Puasa mendengar untuk menghindari segala gosip, kampanye jahat, bisik-bisik tetangga dsb; dan (iii) Puasa Melihat – bukan sekedar melihat yang tidak boleh dilihat, tetapi juga melihat hal-hal yang tidak perlu dilihat atau mengurangi melihat apa yang sebetulnya boleh dilihat.
Selanjutnya apa yang diharapkan dari puasa tarekat ala ‘Kepompong’ – bagi Tim Jerman Puasa ini adalah Tim Jerman yang lebih solid, efisien, efektif, staying power alias seger terruss dan tentunya menang melawan Brazil – yang lebih mengutamakan keindahan bermain. Weleh…
Sementara bagi yang menjalankan puasa tarekat, Para Sufi sepakat mengatakan bahwa anda hanya akan memperoleh kemajuan rohaniah dengan membawa pikiran dan imajinasi Anda dari bumi yang rendah ke langit yang tinggi dan selama indera lahiriah anda terpaku ke bumi, selama itu juga akan dan hati anda tidak akan berlabuh pada pangkuan keindahan Tuhan (Jalaludin Rakhmat , 1999).
Kemajuan rohaniah apa yang kiranya didapat oleh jutaan kaum tani yang tetap khusuk berpuasa sambil terus berproduksi pangan dan perikanan di antara tekanan-tekanan kemiskinan, konflik agraria, perubahan iklim dan cuaca yang tidak bersahabat, dan dampak negatif baik langsung maupun tidak langsung dari segala kebijakan pemerintah yang neoliberal, tidak pro-petani-pro-rakyat – pro-lingkungan ; Dan dari jutaan kaum tani tersebut adalah petani-petani SPI yang hari ini tanggal 8 Juli 2014 merayakan ulang tahun SPI ke-16? Gusti Pangeran sendiri ngendikan atau berkata dalam hadist Qudsi: “ Ibadah Puasa itu khusus untuk-Ku” – tapi ya sebenarnya balik lagi ke untukmu juga. Olehkarena itu Insya Allah, kemajuan rohani karena berpuasa tersebut ya semakin membaranya perjuangan kaum tani sendiri untuk mewujudkan pembaruan agraria, kedaulatan pangan, khususnya melalui SPI sebagai wujud kelembagaan sosial-budaya, sosial-ekonomi dan sosial-politik petani.
Semangat thok ora cukup, rek!! – Betul..semangat saja tidak cukup. Al-Haqq bil laa nizhaamin qad yaghlib al-baathil bi nizhaamin – demikian wejangan dari para Ulama bahwa Kebenaran yang tidak terorganisasi bisa dikalahkan kebatilan yang terorganisir . Olehkarena itu Puluhan, ratusan dan bahkan jutaan semangat petani yang tidak dikelola dengan baik akan gampang digerus oleh kejahatan yang terorganisir. Demikian ratusan organisasi tani berikut dengan petani-petani anggotanya yang militan, namun pengelolaan organisasinya masih begitu-begitu saja akan gampang dikalahkan oleh pihak-pihak yang menindas petani selama ini. Bahkan untuk hal yang praktis – seperti mengelola suatu program, Wakil Menteri Pertanian menyindir dan menyangsikan kelompok tani yang masih bersifat Paguyuban. Mungkin bagi Wamen tersebut – Paguyuban (gemeinschaft) adalah bentuk kehidupan bersama di mana anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah serta kekal, sehingga kecil peluangnya untuk mempunyai semangat untuk maju. Weleh..
Isu dan penanyaan tentang kekuatan organisasi tani – juga menjadi salah satu pembahasan dalam Forum Nasional Petani dan Nelayan tgl 3 Juli 2014 kemarin. Setelah melewati tiga-empat rezim pemerintahan, yakni orde lama, orde baru, orde reformasi satu dan dua atau hingga sekarang, sudah dan akan puluhan organisasi tani muncul dan berjuang — seiring jumlah petani yang mencapai puluhan juta rumah tangga petani, untuk meningkatkan kesejahteraan petani melalui beragam isu perjuangan seperti hak asasi petani, pembaruan agraria dan kedaulatan pangan. Namun demikian nasib petani tetap begini-begini saja—terperangkap dalam trilogi kemiskinan (kemiskinan, kelaparan dan konflik agraria) dan Kekuatan neo kolonialiseme-imperialisme semakin kuat. Seorang nelayan peserta bercerita bagaimana kelompok nelayan kadang harus berperang di lautan melawan kelompok nelayan atau perusahaan dengan alat penangkap yang lebih canggih, karena jalur protes kepada Pemerintah belum membuahkan hasil. Demikian juga seorang petani peserta bercerita organisasi tani yang ditinggalkan anggotanya begitu kasus tanahnya sudah berhasil dan tanah sudah didapatnya.
Kemudian prihatin dan geram juga mencermati laporan sensus pertanian 2013 yang dikeluarkan oleh BPS tanggal 1 Juli 2013 – yakni turunnya rumah tangga petani tanaman pangan, hortikultura, peternakan, perikanan selama 10 tahun terakhir, sementara pada saat yang sama jumlah rumah tangga pertanian berbadan hukum meningkat – sejalan dengan pemerintah lebih tertarik pada korporasi untuk mengambil alih pekerjaan mulia – yakni memproduksi pangan!
Melihat itu semua, lalu dimana letak kelemahan organisasi tani ditengah upaya untuk menjawab kebutuhan dan permasalahan kebutuhan anggota? Sementara pada organisasi tani – dengan merujuk pada wejangan Umar bin Khatab r.a – akan berlaku – Tiada ada Islam ( kelembagaan massa) tanpa komunitas/ massa, tiada komunitas/ massa tanpa kepemimpinan dan tiada kepimpinankomunitas tanpa ketaatan. Olehkarena itu penanyaan ke dalam atau introspeksi mencakup pada pertanyaan : Apakah kelemahan pada aspek kepemimpian, logistik dan kekuatan kader, serta kelembagaannya – yang disindir oleh Wakil Menteri Pertanian di atas? –
Don’t worry, be happy. Jangan sedih..gembiralah. Karena diantara realita-realita yang tidak mengenakkan tersebut, perjuangan kaum tani berikut organisasi-organisasi tani mereka – termasuk SPI juga mempunyai sederet banyak keberhasilan seperti penguasaan lahan-lahan, benih-benih hasil karya petani, praktek-praktek agroekologi dan koperasi, lahirnya berbagai undang-undang hasil inisiatif atau mengadopsi tuntutan kaum tani (UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, UU Lahan Pangan Berkelanjutan dan UU Pangan), naiknya isu Kedaulatan Pangan dan deklarasi Hak Asasi Petani di Geneva, serta masih banyak lagi kisah sukses perjuangan petani. Demikian yang disampaikan Ketua Umum SPI di salah satu sesi acara Forum Tani dan Nelayan.
Akhirnya Dirgahayu, Selamat Ulang Tahun dan Milad ke-16 untuk Serikat Petani Indonesia semoga menjadi rahmatan lil alamin bagi kaum tani dan rakyat. Semoga terus bergerak berjuang menggelorakan perjuangan dan menggelorakan harapan – dengan tangguh layaknya tim-tim pilihan Brazil, Belanda, Argentina dan Jerman dengan Puasa tarekat ala “kepompongnya”,, sehingga menghasilkan gol-gol kemenangan yang indah ala Piala Dunia Brazil – untuk kaum tani. Hidup Petani.
*Penulis saat ini aktif di Dewan Pengurus Pusat (DPP) Serikat Petani Indonesia