Ratusan Hektar Lahan Dirusak, Rumah dan Sumur Dihancurkan, Perusahaan Asing Gusur Petani Mekar Jaya, Langkat

lahan-hancur-mekar-jaya

JAKARTA. PT Langkat Nusantara Kepong (LNK) sejak Jumat (18/11/2016) hingga Selasa (22/11/2016) sudah menggusur lahan petani yang berlokasi di Desa Mekar Jaya, Kecamatan Wampu, Kabuapten Langkat, Sumatera Utara seluas 232 hektar, 4 unit rumah beserta sumurnya. Bukan itu saja, PT LNK yang dalam aksinya menggunakan tangan polisi – TNI – Pamswakarsa telah merobek-robek hak asasi petani dengan mengejar, menendang, hingga memukuli petani SPI (tua, muda, laki-laki, perempuan, tanpa pandang bulu) yang berusaha menghalau lahan dan rumahnya dihancurkan. Akibatnya belasan orang mengalami cedera yang serius dan harus dilarikan ke rumah sakit terdekat. PT LNK sendiri adalah perusahaan patungan dari PTPN II dan Kuala Lumpur Kepong Plantation Holdings Bhd (KLKPH), dimana 60% saham kepemilikan dikuasai oleh perusahaan asal Malaysia tersebut dan 40% sisanya untuk PTPN II.

Menanggapi hal ini, Ketua Departemen Politik Hukum dan HAM Dewan Pengurus Pusat (DPP) Serikat Petani Indonesia (SPI) Indra Sago menegaskan, penggusuran dengan pengerahan puluhan alat berat dan ribuan aparat ‘hanya’ untuk satu desa adalah sangat berlebihan dan tidak berperikemanusiaan.

“Inilah cara-cara hilangnya nurani hasil kongsi penguasa dan pengusaha yang tidak memanusiakan manusia, atau dengan kata lain tidak mempedulikan hidup dan kehidupan petani,” kata Sago di Jakarta hari ini (23/11).

Indra menyampaikan, kerugian petani dipastikan akan terus bertambah, mengingat sampai kemarin sore (22/11) sebanyak 32 unit alat berat masih bekerja dan masih akan berlanjut sampai hari ini (23/11).

“Situasi di lokasi semakin mencekam seiring dengan pemadaman listrik sejak hari senin (21/11) kemarin. Di hari yang sama, sumur-sumur yang menjadi sumber air bagi petani ditutup dengan tanah. Warga desa tidak ada yang berani keluar, anak-anak pun tidak ada yang pergi sekolah,” papar Sago.

lahan-mekar-jaya-hancur

Sago menjelaskan, konflik ini berawal ketika PTPN II Kebun Gohor Lama mulai mengklaim lahan yang dikuasai oleh petani sejak tahun 1952. Pada tahun 1952, Masyarakat Paya Redas membuka lahan di daerah Paya Redas dan Paya Kasih sekitar 1.000 hektar tanah untuk tanaman padi sawah dan darat. Pada tahun tersebut dibuat satu perkampungan bernama Paya Redas dengan TK Abdul Hamit sebagai Kepala Kampung medio tahun 1954-1964. Selanjutnya, pada akhir 1960-an lahan diklaim oleh Perusahaan PTP II/PTPN II Gohor Lama dengan menggusur habis tanaman dan rumah penduduk sekitar Paya Redas lebih kurang 500 ha. Setelah itu petani terus menerus mengalami penggusuran demi penggusuran sampai detik iniy ang kemudian diwariskan kepada PT. LNK. Penggusuran yang dilakukan merupakan upaya perusahaan untuk mengusir petani dari tanah yang ditinggali dan dikelola selama bertahun-tahun secara turun temurun.

“Mirisnya, ketika petani SPI Mekar Jaya minta adu data dan fakta tentang keabsahan lahan di kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN), aparat yang membekingi PT LNK tidak mau tahu. Mereka malah tanpa belas kasihan dan rasa kemanusiaan langsung menghancurkan dan memporakporandakan lahan dan rumah petani di hari Jumat, 18 November 2016,” papar Sago.

“Ini kan tidak masuk akal, aparat yang seharusnya mengayomi justru jadi perpanjangan tangan perusahaan asing, menjajah petaninya sendiri,” lanjut Sago.

Berdasarkan itu, Serikat Petani Indonesia (SPI) mendesak polisi dan TNI untuk segera menarik personelnya dan alat berat dari Desa Mekar Jaya.

“Kami juga menuntut agar izin PT LNK dicopot karena terbukti melakukan penggusuran, penjajahan gaya baru kepada petani, rakyat Indonesia di Desa Mekar Jaya,” kata Sago.

Sago menambahkan, penyelesaian dan pencegahan terjadinya konflik agraria sebenarnya sudah menjadi bagian dari program reforma agraria dan redistribusi lahan petani seluas 9 juta hektar yang sudah tertuang pada RPJMN 2014-2019 dan Nawacita pemerintahan Jokowii-JK.

“Belum juga dilaksanakannya reform agraria jadi bukti Pemerintahan Jokowi-JK mengingkari programnya sendiri. Konsekuensi dari tidak dijalankannya reforma agraria adalah konflik-konflik lahan serupa di seantero nusantara seperti bom waktu yang hanya tinggal menunggu waktunya saja kapan akan meledak, dan selalu saja petani kecil yang jadi korbannya,” tutup Sago.

 

Kontak selanjutnya:

Indra Sago – Ketua Departemen Polhukam SPI – 0812 6642 3616

Zubaidah – Ketua SPI Sumatera Utara – 0813 6281 20431

ARTIKEL TERKAIT
Kedaulatan Pangan di Kawasan Rawa Lebak, Menyongsong Indones...
Rangkul Kepolisian Untuk Selesaikan Konflik Agraria
Membangun Kebijakan Pangan Yang Sensitif Gender
Kebijakan Pertanian Indonesia Kontradiktif
BERIKAN KOMENTAR ...

INFO TERBARU