REDD sebabkan ketidakadilan sosial

CIMG1513KOPENHAGEN. Progam Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation in Developing Countries (REDD) yang saat ini dirundingkan dalam forum United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) merupakan solusi yang keliru untuk mengatasi perubahan iklim (11/12). Hal tersebut dikemukakan Ketua Umum Serikat PEtani Indonesia (SPI) yang juga merupakan Koordinator Umum La Via Campesina, Henry Saragih dalam diskusi publik yang diikuti ratusan aktivis lingkungan dunia yang tergabung dalam Klimaforum.

Henry mengemukakan contoh penerapan REDD di Indonesia. Meski program tersebut belum diresmikan UNFCCC namun implementasinya sudah mulai dijalankan pemerintah Indonesia. REDD menghimpun dana dari industri-industri penghasil emisi gas rumah kaca untuk ditanamkan bagi pelestarian hutan. Industri-industri tersebut boleh melepaskan emisi gas rumah kaca asal membayar sejumlah kompensasi kepada perusahaan-perusahaan “pemelihara” hutan. “Ini sebuah kapitalisme hijau, greenwashing,” ujar Henry.

Di Jambi sejumlah lahan hutan direncanakan untuk didaftarkan dalam program REDD. Padahal di lahan tersebut terdapat kelompok-kelompok masyarakat adat dan petani yang mengelola lahan pertanian untuk kehidupannya. Akibatnya, mereka harus diusir dari lahan-lahan tersebut dengan alasan konservasi hutan. “Yang menghasilkan emisi adalah industri besar, kenapa petani yang harus berkorban?” sergah Henry.

Pengelolaan REDD dilahan itu dilakukan sejumlah konsorsium LSM seperti yayasan burung intenasional yang membentuk PT.REKI dan direncanakan mendapatkan dana dari program REDD. Menurut Henry, fenomena seperti ini merupakan sebuah ketidakadilan bagi masyarakat lokal atas nama pelestarian hutan. Sementara itu perusahaan pengelola dengan enaknya bisa mendapatkan keuntungan dari program REDD.

Seharusnya upaya penyelamatan dari perubahan iklim global tidak diserahkan pada perusahaan-perusahaan dan sistem pasar. Masyarakat lokal harus diajak untuk menentukan cara yang terbaik guna penyelamatan perubahan iklim. Sementara itu, industri-industri penghasil emisi gas rumah kaca harus dipaksa untuk mengurangi pembuangan emisi gas rumah kaca ke atmosfer.

“Keadilan iklim harus ditegakkan sekarang juga, yang diubah sistemnya bukan iklimnya,” jelas Henry.

ARTIKEL TERKAIT
NTP Perkebunan Terus Turun, Perlu Ada Moratorium Pengembanga...
Desa & Reforma Agraria di Indonesia
SPI Batang Gelar Muscab
Pembukaan Konferensi Sawit Korporasi Diprotes Petani
BERIKAN KOMENTAR ...

INFO TERBARU