KEDIRI. “Sistem pertanian dan model pertanian yang dikembangkan oleh pemerintah saat ini adalah cermin dari sistem pertanian yang tidak halal, karena sistem pertaniannya melakukan praktek-praktek ketidakadilan, penghisapan, dan pelanggaran hak asasi petani” ungkap Henry Saragih Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) yang hadir sebagai narasumber seminar nasional dengan tema “strategi dan peran santri-petani dalam menghadapi korporatisasi pertanian dan pangan di aula kampus Institut Agama Islam Tri Bakti Kediri (11/07).
Seminar ini diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Pusat (DPP) SPI bekerjasama dengan panitia satu abad Ponpes Lirboyo dan forum santri serta mahasiswa alumni Lirboyo dalam rangka menyambut Hari Ulang Tahun Serikat Petani Indonesia (SPI) yang ke-12 dan peringatan satu abad Pondok Pesantren Lirboyo.
Narasumber yang hadir dalam seminar ini antara lain seperti Eva sundari (anggota DPR RI), Prof. Dr. Muhammad Maksum (Ketua PBNU dan Guru Besar Universitas Gajah Mada), dan Prof. Dr. Mustain Mashud (Guru Besar Universitas Airlangga).
Eva Sundari menyoroti tentang kemandirian bangsa dan kemandirian petani. Dia menyebutkan bahwa Bangsa Indonesia telah dikendalikan oleh kekuatan internasional, mulai dari IMF, WTO, dan World Bank.
“Di sektor pertanian dan pertambangan, Indonesia tidak berdaya oleh kekuatan internasional tersebut. Bahkan adanya perubahan-perubahan, pembuatan kebijakan dan undang-undang, itu juga bagian dari intervensi kekuatan internasional. Dan jelas reformasi hukum dan kebijakan lainnya ini merupakan upaya asing untuk menguasai sumber-sumber kehidupan bangsa Indonesia”, ungkap anggota DPR-RI ini.
Eva menambahkan kasus seorang petani jagung di Kediri yang ditangkap dan dipenjara, merupakan contah yang nyata, kalau UU tersebut memang diperuntukkan kepada perusahaan, bukan untuk petani.
Sementara itu Prof. Dr. Muhammad Maksum menyatakan bahwa import yang mengabaikan prinsip kedaulatan adalah haram hukumnya, terutama import komoditas strategis.
Beliau menambahkan bahwa prinsip kedaulatan itu berarti memandirikan kekuatan sendiri secara maksimal. Prinsip ini tidak boleh diabaikan begitu saja hanya karena dalih stabilisasi, daya beli dan efisiensi.
“Untuk komoditas strategis, pertimbangan sosial politik amat penting, tidak hanya ekonomis apalagi finansial. Import komoditas strategis salah satunya adalah pertanian dan pangan. Ini merupakan import yang berdampak pada matinya pertanian dan petani Indonesia, dan import semacam ini adalah import yang haram” ungkap Ketua PBNU dan Guru Besar UGM ini.
Guru besar Universitas Airlangga, Prof. Dr. Musta’in Mashud menyatakan bahwa ketidakberdayaan petani kecil di Indonesia lebih disebabkan oleh dua kekuatan besar yaitu Negara dan Pasar.
“Negara tidak lagi sebagai elemen yang melindungi rakyat. Negara hanya sebagai alat yang sengaja dibuat sebagai kepentingan pemodal, sehingga negara lebih mengabdikan diri kepada pemodal. Sedangkan kekuatan pasar sekarang ini adalah kekuatan pasar yang cenderung neo-liberal” ungkapnya.
Prof. Dr. Musta’in Mashud menambahkan bahwa menyerahkan persoalan pertanian dan pangan kepada pasar merupakan praktek neo liberal.
“Untuk menghadapi itu semua harus ada sinergitas antara kekuatan petani, pesantren dan akademisi atau sinergitas multi stakeholder dalam satu kekuatan organisasi dan koalisi” tambahnya.
Henry Saragih kemudian menambahkan pemerintah kerap membuat dan menjalankan kebijakan yang merugikan petani. Setidaknya SPI mengidentifikasi ada 43 UU yang merugikan petani. UU tersebut sebagian sudah berjalan dan sebagian sedang dalam proses pembahasan dan akan disahkan.
Selain itu, menurut Henry pemerintah saat ini telah menyerahkan urusan pertanian dan pangan kepada korporatisasi.
“TNC (Transnasional Company-Perusahaan Transnasional) dan perusahaan besar lainnya telah menguasasi hajat hidup orang banyak, termasuk petani. Mulai dari yang on farm sampai off farm, dari hulu sampai hilir telah dikuasai oleh TNC. Menyerahkan urusan pertanian dan pangan kepada korporat adalah bukti bahwa sistem pertanian ini merupakan praktek pertanian yg tidak halal” tambah Henry yang juga koordinator umum La Via Campesina (organisasi petani internasional).
Seminar dihadiri oleh ratusan peserta yang berasal dari petani anggota SPI, para santri, mahasiswa, alim ulama, dan masyarakat umum.