RUTENG. Ribuan petani Serikat Petani Indonesia (SPI) Nusa Tenggara Timur (NTT) menggelar aksi serentak di tiga kabupaten untuk menolak eksplorasi perusahaan pertambangan, kemarin (13/10). Aksi ini dilakukan dengan longmarch mendatangi kantor DPRD dan Bupati tiga kabupaten, yakni Kabupaten Manggarai di Ruteng, Kabupaten Manggarai Barat di Labuan Bajo, dan Kabupaten Manggarai Timur di Borong.
Martinus Sinani, Ketua Badan Pelaksana Wilayah (BPW) SPI NTT menjelaskan, tiga aksi serentak ini memiliki tuntutan yang sama yakni menolak pertambangan dan mendesak para bupati untuk mencabut izin usaha pertambangan perusahaan.
“SPI NTT bersama Keuskupan Ruteng, GMNI, PMKRI, JPIC, dan mahasiswa STIKP Ruteng dengan tegas menolak tambang. Tolak tambang adalah harga mati bagi kami,” tegas Martinus yang mengikuti aksi di Ruteng, Manggarai.
Martinus memaparkan, kehadiran perusahaan tambang sama sekali tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan masyarakat sekitarnya, malah hanya membawa kesengsaraan.
“Perusahaan tambang telah merampas lahan masyarakat adat tanpa ada ganti rugi dan pembangunan rumah ibadah seperti yang mereka janjikan. Akibatnya tanaman jati, cokelat, kopi, jambu mete, dan tanaman-tanaman lainnya milik petani dibabat habis semua. Jika tidak dihentikan perusahaan tambang juga akan menggusur kampung Serise di Manggarai Timur, karena di sekitar kampung itu sudah ada patok-patok milik perusahaan pertambangan mulai dari pinggiran kampungnya sampai pinggir laut,” papar Martinus.
Martinus Sinani juga menjelaskan, kehadiran perusahaan pertambangan akan membuat masyarakat NTT tidak bisa berdaulat pangan akibat konversi lahan pertanian ke pertambangan. Selain itu menurut Martinus, kehadiran perusahaan pertambangan juga menyebabkan konfilk sosial karena banyak oknum pegawai perusahaan yang sengaja memperdaya dan menghamili perempuan, lalu ditinggalkan begitu saja.
Sementara itu, massa aksi di Ruteng, Manggarai diterima oleh para anggota DPRD. Dalam dialognya, keseluruhan anggota DPRD Manggarai menyatakan setuju untuk menandatangani surat pernyataan penolakan tambang.
“Sayangnya Bupati Manggarai tidak mau menandatnagi surat pernyataan penolakan tambang,” keluh Martinus.
Martinus menambahkan, massa aksi di Manggarai Timur tidak berhasil menjumpai seorang pun anggota DPRD-nya karena gedungnya kosong. Sementara Bupati Manggarai Timur mengatakan akan mempertimbangkan dan melihat kembali izin-izin pertambangan disana.
“Kalau aksi di Manggarai Barat justru untuk memperkuat dan mendukung kebijakan Bupati Manggarai Barat yang hingga saat ini belum ada mengeluarkan salah satu izin usaha pertambangan, meskipun sudah banyak perusahaan yang antre,” tambahnya.