JAKARTA. Serikat Petani Indonesia (SPI) yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Anti Perampasan Tanah (KARAM TANAH) menyerahkan secara resmi berkas judicial review Undang-Undang (UU) No.2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, siang tadi (23/05).
Henry Saragih, Ketua Umum SPI menjelaskan bahwa saat ini situasi penguasaan agraria sangat timpang, terkonsentrasi pada segelintir orang dan perusahaan saja, sementara di sisi lain rakyat (baca: petani) banyak yang tak bertanah. Hal ini semakin dilegalisasi dengan berbagai peraturan dan atau UU yang mengakibatkan ketidakadilan agraria.
“Dengan disahkannya UU No. 2 tahun 2012 ini bisa dipastikan semakin meluas dan mendalam pencabutan hak atas tanah masyarakat dan petani atas nama kepentingan umum. Seharusnya langkah pemerintah bukannya mengeluarkan UU ini, namun mengeluarkan kebijakan operasionalisasi dari Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960 yang isinya menguatkan rakyat untuk menguasai, mengolah dan menggunakan tanah, serta membatasi kepemilikan tanah yg berlebihan, sehingga mengurangi ketimpangan agraria. Hal ini sesuai dengan UUD 1945 pasal 33 ayat 3 naskah asli sehingga mendekati keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat,” paparnya.
Sementara itu, Gunawan dari Indonesian Human Rights Committee For Social Justice (IHCS) menjelaskan bahwa UU No. 2/2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, tidak sinkron antara judul dengan isi batang tubuh sehingga bertentangan dengan Pasal 1 (3) Undang-Undang Dasar 1945, saling bertentangan, yang mengakibatkan ketidakpastian hukum dan bertentangan dengan Pasal 28D (1) Undang-Undang Dasar 1945, tidak dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat Bertentangan Dengan Pasal 33 (3) Undang-Undang Dasar 1945, dan tidak menjamin perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia Bertentangan Dengan Pasal 28A; Pasal 28G (1); Pasal 28H (1) dan (4) Undang-Undang Dasar 1945.
“UU No. 2/2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, tidak menjamin persamaan di hadapan hukum sehingga bertentangan dengan Pasal 27 (1) Undang-Undang Dasar 1945; UU No. 2/2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, sangat jelas berpotensi merugikan hak-hak konstitusional para pemohon judicial review atas UU tersebut,” ungkapnya.
Berdasarkan hal tersebut, SPI dan KARAM TANAH memohon kepada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia untuk memeriksa dan memutus permohonan hak uji yang menyatakan Pasal 2 huruf (g), Pasal 9 ayat (1), Pasal 10, Pasal 14, Pasal 21 ayat (1),Pasal 23 ayat (1), Pasal 40 dan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 22 bertentangan dengan Pasal 1 (3), Pasal 28D (1), Pasal 28A, Pasal 33 (3), Pasal 28G (1), Pasal 28H (4), Pasal 27 (1) dan Pasal 28H (1) Undang-Undang Dasar 1945; dan menyatakan ketentuan Pasal 2 huruf (g), Pasal 9 ayat (1), Pasal 10, Pasal 14, Pasal 21 ayat (1), Pasal 23 ayat (1), Pasal 40 dan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 22 tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dengan segala akibat hukumnya.