SURIN – THAILAND. Serikat Petani Indonesia (SPI) mengikuti pertemuan agroekologi sedunia yang bertajuk “First Global Encounter of Agroecology and Peasant Seed” yang diselenggarakan oleh La Via Campesina (Gerakan Petani Internasional) di Surin, Thailand, pada 6 – 12 November 2012.
Syahroni, Ketua Departemen Pendidikan Pemuda dan Kesenian Nasional, Badan Pengurus Pusat (BPP) SPI yang hadir dalam acara ini menyampaikan bagi SPI acara ini sangat penting, karena acara ini dikemas sebagai pertemuan para praktisi di bidang pertanian berkelanjutan, praktisi sekolah-sekolah agroekologi, kunjungan lapangan yang dapat memberikan warna kongkret perjuangan organisasi La Cia Campesina, disamping perjuangan politik, agraria dan kampanye kebijakan.
“Hal ini dapat memberikan motivasi dan menambah ilmu praktis tentang kegiatan agroekologi dan perbenihan, terjadi sharing praktek bagaimana menerapkan ilmu pertanian berkelanjutan, penyempurnaan menjalankan sekolah-sekolah pertanian berkelanjutan di SPI, serta bagaimana membangun aliansi kerja agroekologi yang terdiri dari akademisi, kunsumen, media massa, dan pedagang kecil. Seperti yang dilakukan di amerika latin dengan terbentuknya SOCLA, konon SOCLA ini adalah forum ilmuwan dan petani agroekologi,” papar Syahroni.
Syahroni juga mengemukakan, dalam konteks basis dan wilayah sangat penting untuk menjalankan praktek-praktek agroekologi (proses produksi, distribusi/pemasaran dan pengolahan pasca panen). Karena hal ini merupakan kebutuhan praktis anggota yang harus dijawab oleh organisasi.
“Untuk konteks nasional, praktek agroekologi dijadikan kampanye dan praktek kongkret atas solusi krisis pertanian yang terjadi,” tambah Syahroni.
Sementara itu, Henry Saragih, Koordinator Umum La Via Campesina menyampaikan acara ini adalah yang pertama untuk global encounter agroekologi dan benih di La Via Campesina dan diadakan di regional Asia.
“Sebagaimana kita ketahui La Via Campesiana memiliki kelompok kerja agroekologi dan benih untuk petani kecil. Dalam perkembangannya sejak dokumen Malaga dibuat pada 2009, raktek-prakteknya mulai dijalankan baik berupa kerja-kerja di lahan pertanian, pendidikan agroekologi/sekolah sekolah, kampanye serta membangun aliansi telah mengalami banyak kemajuan-kemajuan berarti. Sistem pertanian Agroekologi dan benih hendaknya menjadi kampanye nyata serta bukti kongkret bahwa agrolekologi merupakan solusi mengatasi krisis pertanian, krisis pangan dan krisi iklim yang terjadi diberbagai belahan dunia. Oleh karenanya kegiatan-kegiatan yang mengarah pada pemajuan dan pemassalan praktek dan kampanye agroekologi perlu terus dilakukan,” papar Henry yang juga Ketua Umum SPI.
Netti Sumarni, petani kader SPI asal Sumatera Selatan yang juga mengikuti acara ini, mengatakan dirinya mendapatkan cukup banyak manfaat dan pengalaman baru.
“Saya bertemu dengan banyak petani dari berbagai negara di seluruh dunia, kami bertukar benih dan pengalaman. Pada hari keempat kami berkesempatan mengikuti kunjungan lapangan ke komunitas agroekologi di Tamor dan ke Tabanplai untuk melihat kebun obat, dan pembibitan. Sesampainya di desa saya, saya akan semakin giat bertani dengan cara agroekologi dan mengajak petani lainnya,” ungkapnya.
Dalam acara yang dihadiri oleh puluhan petani dari seluruh dunia ini, perwakilan dari Assembly Of The Poor (AOP) selaku tuan rumah menjelaskan acara ini dikemas dalam kegiatan yang menarik, seperti sharing pengalaman praktek, kunjungan ke lapangan, menyusun rencana aksi dan seminar yang melibatkan masyarakat umum dan kaum akademisi. Sehingga mendapatkan output yang mengarah pada praktek yang kongret dan membangun aliansi menyoal agroekologi dan benih.
“Di sela acara formal juga dibuat acara khusus dari masing-masing regional uuntuk mendiskusikan tentang agroekologi dan benih, sehingga menghasilkan rumusan action plan kelompok kerja agroekologi dan benih di La Via Campesina menuju Konferensi VI la Via Campesina,” tambahnya.