ROMA. Serikat Petani Indonesia (SPI) bersama 642 petani, nelayan, masyarakat adat, akademisi, serta aktivis laki-laki dan perempuan dari 93 negara berkumpul di Roma, Italia 13-18 November 2009. Mereka mengikuti acara pertemuan pangan dunia (World Food Summit) yang dihadiri lebih dari 60 kepala negara, di Gedung FAO Roma. SPI datang bersama delegasi Via Campesina lainnya yang berjumlah sekitar 40 orang.
Henry Saragih, Ketua Umum SPI mengatakan “Tujuan dari pertemuan ini adalah memberikan tempat dan masukan bagi petani, nelayan, masyarakat adat, akademisi, serta aktivis laki-laki dan perempuan di forum resmi World Food Summit, karena dalam pertemuan kali ini peran dan keterlibatan gerakan dan masyarakat sipil semakin dibatasi,”kata Henry.
Dalam kesempatan yang sama ia menyatakan situasi kepalaran yang terjadi berbagai belahan dunia khususnya di negara dunia ketiga diakibatkan oleh massifnya industri pangan, liberalisasi, dan privatisasi pada sumber-sumber agraria. “Mereka yang menyebabkan petani kesulitan memperoleh benih yang berkualitas dan aman, karena dipatenkan, sulitnya akses terhadap tanah, air dan kredit bagi pertanian,”ujar dia.
Henry menambahkan “Selama ini yang memberi makan dunia adalah petani kecil, buruh tani dan pertanian keluarga, jadi seharusnya investasi terbesar adalah memberikan fasilitas dan kemudahan bagi kami untuk terus berproduksi dengan cara kami,”ungkapnya.
Dalam pertemuan tersebut SPI menjadi salah satu pembicara dalam konferensi pers bersama La Via Campesina dan Grain di depan gedung FAO mengenai perampasan lahan (land grabbing). Usai konferensi SPI bersama Grain dan FIAN mendiskusikan lebih mendalam mengenai konsep land grabbing serta strategi yang perlu dibangun untuk menghentikan perluasan perampasan tanah ini.
Elisha Kartini, Staf Kajian Strategi SPI menyampaikan strategi yang akan dilakukan usai mengikuti pertemuan ini, antara lain, mendorong reformasi dalam Commitee on Food Security (CFS) di FAO baik di level internasional maupun nasional dan lokal. Terus melanjutkan perjuangan mewujudkan kedaulatan pangan dengan mengedepankan pertanian berkelanjutan ramah lingkungan serta dapat mengurangi ketergantungan terhadap input eksternal yang membahayakan kesehatan masyarakat.
Selain itu Kartini mengatakan “Pertemuan ini dapat memperkuat desakan kepada pemerintah Indonesia, yang telah berjanji akan membagikan lahan seluas 9,25 juta hektare dalam Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) di Indonesia. Karena tanpa adanya pelaksanaan pembaruan agraria di negara-negara berkembang krisis pangan yang melanda dunia tidak akan teratasi,”tutur Kartini.