BOGOR. Serikat Petani Indonesia (SPI) melantik 20 siswa-siswi angkatan pertama dari Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Pertanian Berkelanjutan di Desa Cibeureum, Bogor (12/2). Para siswa dinyatakan lulus mengikuti pendidikan pertanian berkelanjutan setelah dua bulan penuh mendalami paraktek-praktek dan materi-materi dari para pengajar Pusdiklat SPI. Mereka datang dari 10 propinsi yang diutus oleh Dewan Pimpinan Wilayah SPI masing-masing agar disiapkan menjadi kader-kader pertanian berkelanjutan. Dalam sambutannya, Ketua Umum SPI Henry Saragih meminta kader-kader pertanian berkelanjutan ini untuk mempraktekan dan mengajarkan pengetahuan pertanian berkelanjutan di wilayahnya masing-masing. “Kita perlu kader-kader yang tangguh untuk memperjuangkan kepentingan petani dan membuat sistem pertanian yang adil, tidak memiskinkan petani dan berkelanjutan,” tutur Henry.
Lebih jauh lagi Henry berpesan agar para kader bisa mengembangkan, memberikan contoh dan memparaktekan keterampilan yang didapatkan selama kursus. Pertanian berkelanjutan merupakan upaya kaum tani mewujudkan sistem pertanian yang lebih adil dan berwawasan lingkungan. Selama ini ketergantungan petani terhadap input luar pertanian sangat tinggi, sehingga petani kehilangan potensi keuntungan dari produksi pertaniannya. Pembangunan pertanian yang dicanangkan pemerintah masih berorientasi kepada revolusi hijau yang telah terbukti memiskinkan petani di pedesaan.
Henry yakin dengan sistem pertanian berkelanjutan, petani akan lebih diuntungkan karena input luar yang digunakan sangat minimal. Petani tidak harus lagi membeli pupuk, obat-obatan dan benih yang harganya selalu naik ketika musim tanam tiba dan kadang-kadang terjadi kelangkaan di lapangan. Selain itu, untuk jangka panjang pertanian berkelanjutan sangat menguntungkan petani dan konsumen pada umumnya karena lingkungan hidup relatif lebih terjaga dan produk yang dihasilkan lebih sehat. “Pertanian berkelanjutan bisa memenuhi kebutuhan pangan manusia baik dari segi jumlah maupun mutunya,” ujar Henry.
Peresmian Pusdiklat
Pusdiklat Pertanian Berkelanjutan SPI di Desa Cibeureum, Bogor sebenarnya sudah berdiri sejak tahun 2005. Tempat ini dijadikan pusat koordinasi pengembangan pertanian berkelanjutan SPI. Praktek-praktek sudah seringkali diujicobakan di tempat ini, juga magang-magang yang diikuti 2-5 orang seringkali diadakan. Namun penerimaan siswa dalam jumlah banyak dan terprogram baru dibuka tahun lalu. Pusdiklat membuka kursus untuk angkatan pertama pada bulan Desember 2008 dan berakhir Februari 2009. Selanjutnya, kursus-kursus akan terus diadakan oleh Pusdiklat untuk mencetak kader-kader pertanian berkelanjutan.
Menurut Kepala Pusdiklat SPI, Titis Priyo Widodo, pola pendidikan di pusdiklat merupakan gabungan dari teori dan praktek. Selain itu, Pusdiklat juga memberikan materi-materi umum yang berkaitan dengan perjuangan kaum tani. “Selain belajar praktek pertanian, di sini juga diajarkan tentangan perjuangan kaum tani dan bagaimana membangun organisasi gerakan petani,” ujarnya.
Materi-materi umum yang diajarkan antara lain, pengenalan organisasi petani, pembaruan agraria, kedaulatan pangan, perubahan iklim, perlawanan terhadp neoliberalisme, pengorganisasian gerakan rakyat dan hak-hak asasi petani. Menurut Titis materi tersebut wajib diberikan agar dalam melaksanakan pertanian berkelanjutan petani tidak kehilangan konteks perjuangannya. “Petani juga mempunyai hak politik untuk memperjuangkan nasibnya sendiri. Jadi selain memberikan contoh dalam praktek bertani, petani harus berani memperjuangkan hak-haknya apabila ditindas. Caranya dengan berorganisasi,” ungkapnya.
Kesan siswa
Memang tak bisa dipungkiri kursus angkatan pertama ini masih terdapat kekurangan-kekurangan kecil seperti fasilitas-fasilitas Pusdiklat yang masih minim. Namun secara umum para kader merasa puas berada dalam didikan SPI. Seperti dikemukakan Pinardi dari Sumatera Utara yang merasa mendapatkan pengetahuan baru mengenai perjuangan kaum tani dan mengapa pertanian berkelanjutan itu perlu bagi petani.
“Dengan adanya kursus, kami dapat mengenal dan tahu arti perjuangan kaum tani. Dan saya sangat senang menjadi keluarga sebuah organisasi yang bernama SPI,” tutur Pinardi. Viva SPI!