PAKPAK BHARAT. Ratusan petani yang tergabung dalam Serikat Petani Indonesia (SPI) Kabupaten Pakpak Bharat, Sumatera Utara melakukan aksi ke Kantor Bupati, DPRD dan Polres Pakpak Bharat, Senin (24/10). Aksi ini mendesak agar pemerintah mengakui hak ulayat masyarakat atas tanah.
Sekitar dua pekan yang lalu, tepatnya 11 Oktober 2011, seorang petani Desa Malum Kecamatan Sitelu Tali Urang Jehe Kabupaten Pakpak Bharat ditangkap oleh Kepolisian Resort Pakpak Bharat dengan tuduhan Pasal 50 yo Pasal 78 UU No. 41 Tahun 1999 yang menyatakan telah merusak hutan lindung. Padahal tanah yang dikelola oleh masyarakat Desa Malum ini merupakan tanah ulayat Marga Cibro yang sudah dikelola masyarakat secara turun temurun sampai sekarang Raja ke-12.
Aksi yang langsung dipimpin oleh Kepala Desa Malum ini menuntut agar pihak kepolisian segera membebaskan warga Desa Malum yang telah ditangkap sejak dua pekan yang lalu.
“Bebaskan warga kami, hentikan tindak kriminalisasi terhadap petani yang mengelola tanah ulayatnya” ungkap Pendi Solin, Kepala Desa Malum Kecamatan Sitelu Tali Urang Jehe Kabupaten Pakpak Bharat.
Di kantor Bupati Kabupaten Pakpak Bharat, massa aksi diterima oleh Sekda Kabupaten Pakpak Bharat, Kohler Sinamo. Beliau menghargai massa petani yang menyuarakan pendapatnya secara damai dan dia berjanji akan melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait mengenai penangkapan yang dialami oleh petani Desa Malum. Hal senada juga disampaikan oleh Ketua DPRD Kabupaten Pakpak Bharat mengenai tuntutan massa petani ini.
Sementara itu, Kapolres Pakpak Bharat yang didampingi oleh Kabareskrim menerima langsung perwakilan dari massa petani.
“Sesungguhnya pihak kepolisian merespon baik aksi damai yang digelar oleh petani Desa Malum ini dan mengakui hukum adat setempat” ujarnya.
Secara umum, aksi damai ini mengajukan tuntutan agar pihak kepolisian membebaskan petani Desa Malum, menghentikan tindak kriminalisasi dan diskriminasi terhadap penguasaan tanah ulayat dan hendaknya pemerintah mengakui hak ulayat dari masyarakat.
Ketua Adat Desa Malum, Sulang Silima Juli Cibro, mengatakan bahwa tidak seharusnya terjadi penangkapan terhadap petani Desa Malum.
“Ini merupakan tanah kami, warisan leluhur kami yang secara turun temurun kami kelola sebagai sumber mata pencaharian kami warga Desa Malum” tandasnya.
Wagimin, Ketua Badan Pelaksana Wilayah (BPW) SPI Sumatera Utara menambahkan bahwa SPI akan terus memperjuangkan kepentingan petani kecil yang sering terpinggirkan.
“Reforma agraria sejati adalah kunci untuk menyelesaikan masalah sengketa tanah di Indonesia ini,” tambahnya.