PONOROGO. “Kenaikan HET (Harga Eceran Tertinggi) pupuk akan memeras petani dan hanya menguntungkan produsen pupuk, kenaikan ini hanya mengalihkan keuntungan penjualan gabah untuk menambah biaya untuk beli pupuk, ini adalah wujud kapitalisme” ungkap Ruslan, Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Serikat Petani Indonesia (SPI) Jawa Timur. Setidaknya ungkapan Ruslan tersebut merupakan cerminan kekesalan petani terhadap naiknya harga HET pupuk. Kekesalan ini diwujudkan ratusan petani Dewan Pengurus Cabang (DPC) SPI Kabupaten Ponorogo dengan melakukan aksi massa ke DPRD Ponorogo (20/04).
Aksi ini sebenarnya mengagendakan audiensi langsung dengan para anggota DPRD Kabupaten Ponorogo, namun ternyata tidak ada satupun dari 50 orang DPRD Ponorogo yang berada di tempat. Hal ini sempat menyulut emosi massa aksi, namun para pimpinan basis akhirnya mampu menenangkannya. “Kami ini datang kemari menyuarakan aspirasi kami, tapi kok wakil-wakil kami disini (anggota DPRD-red) malah kabur” ungkap Ruslan dengan sedikit emosi.
Massa aksi akhirnya hanya diterima oleh para pegawai sekretariat DPRD Kabupaten Ponorogo yang mengatakan bahwa seluruh anggota dewan sedang pergi ke Jakarta. Wahyu Agung Perdana, staf Departemen Penguatan, Pengawasan dan Konsolidasi Organisasi Nasional SPI mengatakan bahwa sebelumnya mereka telah mengirimkan surat resmi untuk melakukan audiensi ke DPRD. “ Ini khan namanya tidak menghargai aspirasi rakyatnya sendiri. Setelah massa tanam selesai, kami akan mengerahkan massa yang jauh lebih banyak kemari” ungkap Wahyu.
Dalam aksi ini, massa menuntut agar pemerintah melakukan koreksi penyaluran subsidi pupuk, karena selama ini justru diberikan kepada produsen pupuk dan gas (bahan baku pupuk) bukannya langsung diberikan langsung pada petani. Massa juga menuntut agar Pemerintah memperlakukan pupuk sebagai barang Subsidi, bukan sebagai komoditi umum. Selain itu massa meminta agar pemerintah memberikan subsidi langsung kepada petani tanpa melalui perusahaan pupuk dalam rangka “Menuju Organik”.
”Kami juga meminta agar pemerintah setempat melibatkan secara aktif Serikat Petani Indonesia (SPI) dalam pengambilan kebijakan dan pengawasan distribusi pupuk, SPI ini adalah perwujudan suara hati petani-petani kecil seperti kami” teriak Ruslan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 32 Tahun 2010, harga eceran tertinggi pupuk bersubsidi naik 35 persen. Dengan kenaikan tersebut, harga pupuk urea naik dari Rp 1.200 per kg menjadi Rp 1.600 per kg. Pupuk SP-36 naik dari Rp 1.550 per kg menjadi Rp 2.000 per kg. Namun berdasarkan laporan beberapa petani anggota SPI dari berbagai desa di Ponorogo, masih banyak ditemui petani yang harus membeli pupuk di atas harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah (HET), harga tersebut bahkan bisa dua kali lipat dari HET. Sebagai contoh untuk pupuk Urea, pada tahap awal Harga per 50 Kg rata-rata Rp. 60.000, dengan kenaikan 35 persen harganya mencapai Rp. 80.000 Rupiah, namun kenyataannya di lapangan, kenaikan Urea di beberapa desa mencapai harga Rp. 115.000 –Rp. 125.000,-
Aksi ini juga sekaligus untuk memperingati Hari Perjuangan Petani Internasional (17 April) dan Hari Hak Asasi Petani Indonesia (20 April).