JAKARTA. Perusahaan-perusahaan transnasional (TNCs) berusaha kembali untuk mengembangkan dan mengkomersialkan pembatasan penggunaan teknologi genetika melalui kebijakan dan industri bioteknologi. Kebijakan tentang teknologi genetika tersebut sebelumnya telah dimoratorium dan ditolak CBD (United Nations Convention on Biological Diversity-Konvensi PBB tentang Keanekaragaman Biologis).
Tejo Pramono, staf La Via Campesina mengatakan bahwa terminator merupakan ancaman bagi kedaulatan pangan dan keanekaragaman hayati pertanian.
“Mengakhiri moratorium terminator akan semakin meningkatkan pengawasan benih oleh perusahaan-perusahaan transnasional (TNC) dan membatasi hak-hak petani untuk menyimpan dan menanam kembali benih dari hasil pertanian yang baru dipanen. Selain itu, serbuk sari dari tanaman hasil rekayasa genetika dan terminator akan mengkonta- minasi dan meracuni tanaman organik, dan spesies tanaman asli” ungkap Tejo di Sekretariat Operasional Internasional La Via Campesina di Jakarta, hari ini (10/08).
Tejo menjelaskan bahwa terminator disini maksudnya adalah benih sekali pakai, yang tidak dapat digunakan kembali.
“Jadi misalnya petani menanam cabe dengan benih terminator ini, apabila dia telah panen, biji cabenya itu tidak bisa digunakannya kembali menjadi benih. Petani tersebut harus membeli kembali benih cabe. Ini khan menyebabkan ketergantungan petani terhadap perusahaan-perusahaan besar” jelas Tejo.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa terminator adalah teknologi rekayasa genetika yang berusaha untuk mengendalikan kesuburan tanaman. Generasi pertama terminator (disebut juga benih bunuh diri) dikembangkan melalui kerjasama Departemen Pertanian Amerika Serikat (AS) dan perusahaan Delta and Pine Land pada 1990-an untuk melindungi kekayaan intelektual dari bioteknologi pertanian perusahaan-perusahaan transnasional milik Amerika Serikat. Selanjutnya dengan menggunakan DNA yang dipatenkan, tanaman hasil rekayasa genetik ini memproduksi benih steril untuk mencegah petani menanam kembali benih yang baru saja dipanen.
Karena protes masyarakat sipil dan petani di seluruh dunia, terminator belum pernah dikomersialkan di mana pun. Negara-negara seperti Brasil dan India telah memiliki moratorium nasional untuk melarang penerapan teknologi ini.
Pada tahun 2000, CBD merekomendasikan moratorium secara de facto pada uji coba lapangan dan penjualan ko- mersial benih terminator. Pada tahun 2006, tekanan dari La Via Campesina dan aliansinya membantu untuk memperkuat moratorium ini di Curitiba, Brasil.
Tepat pada tahun itu juga, Monsanto selaku perusahaan benih terbesar di dunia mengakuisisi Delta and Pine Land, bersama dengan hak kekayaan intelektual untuk terminator. Sejak saat itulah para kapitalis industri pertanian ini semakin menggenjot retorika mereka tentang perlunya terminator bagi pertanian.
“Dengan dalih agar bisa lebih beradaptasi dengan perubahan iklim dan mengatasi krisis pangan, mereka memberikan solusi-solusi palsu dan terus menjual kebohongan agar terminator ini bisa dipasarkan secara meluas” kata Tejo.
Henry Saragih, Koordinator Umum La Via Campesina menyampaikan bahwa walaupun aplikasi dan komersialisasi teknologi terminator sudah gagal dan terbantahkan. Teknologi ini akan semakin mengontrol akses petani akan bibit dan plasma nutfah.
“ Dengan berkedok keamanan lingkungan untuk tanaman hasil rekayasa genetika, industri pertanian oleh TNCs akan menggunakan teknologi terminator generasi baru untuk memperketat pengawasan akan kepemilikan plasma nutfah, dan semakin membatasi hak-hak petani untuk menanam kembali benihnya yang telah dipanen” ungkap Henry yang juga Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI).
Oleh karena itu, Henry menghimbau agar seluruh organisasi petani yang tergabung dalam La Via Campesina, para petani kecil, para anggota LSM hingga para konsumen di seluruh dunia untuk bersama menolak kembalinya terminator.
“Tekanan dan dukungan dari masyarakat sipil pada pertemuan CBD yang lalu (Mei 2010) menghasilkan dua draft moratorium dan ini memberikan dorongan untuk kembali melakukan mobilisasi menolak terminator pada pertemuan CBD berikutnya di Nagoya, Jepang, 18-29 Oktober 2010, dimana TNCs kemungkinan akan mencoba membatalkan moratorium. Karena retorika TNCs untuk industri term