Wagimin: Petani Selalu Dihitung, tetapi Tidak Pernah Diperhitungkan

“Petani selalu dihitung tetapi tidak pernah diperhitungkan” inilah ungkapan sering disampaikan Wagimin, Ketua Badan Pelaksana Wilayah (BPW) Serikat Petani Indonesia (SPI) Sumatera Utara (Sumut), dalam setiap kesempatan.  Ungkapan ini bukan sebuah ungkapan tanpa makna. Jika ditanyakan makna dari ungkapan tersebut, laki-laki kelahiran Tebing Tinggi, Sumatera Utara ini langsung bersemangat menjelaskannya.

“Saat ini banyak golongan yang sering memanfaatkan petani untuk kepentingan pribadi ataupun kepentingan politis lainnya. Mereka selalu menghitung jumlah petani tanpa pernah memperhitungkan hak-hak petani. Hal ini yang memperlemah posisi tawar petani” ungkap pria kelahiran tahun 1978 ini.

Bapak empat orang anak ini sudah cukup malang melintang di SPI, bahkan dia merupakan salah satu deklarator terbentuknya Serikat Petani Sumatera Utara (sekarang melebur menjadi SPI).

Berawal dari permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat Dusun III Bukit Kijang Desa Gunung Melayu Kecamatan Rahuning Kabupaten Asahan, – tempat beliau berdomisili hingga saat ini – yang mengalami sengketa lahan dengan seorang pengusaha, Wagimin muda sudah aktif dalam memperjuangkan hak petani atas tanah.

Dalam perjalanan perjuangan kasus tanah yang dialaminya, beliau bertemu dengan salah satu aktivis Yayasan Sintesa (LSM petani) dan selalu aktif dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Yayasan Sintesa mulai dari pertemuan rutin sampai kepada strategi perjuangan yang harus dijalankan pada waktu itu.

“Sebenarnya sebelum bertemu dengan para aktivis-aktivis dari SIntesa, kami (petani Dusun III Bukit Kijang) sudah ditawari ganti rugi oleh pihak perusahaan yang ingin merampas tanah petani, namun kami (petani) menolaknya” kenangnya.

Rasa ingin tahu dan semangat belajar yang besar yang mendasarinya mengikuti semua kegiatan-kegiatan untuk membangun organisasi gerakan kaum tani. Berbagai jabatan struktur organisasi dari sejak bentuk organisasi federatif hingga unitaris pernah dia emban. Keinginan dan harapannya adalah gerakan organisasi tani semakin kuat.

Bersama masyarakat desanya, Wagimin juga berhasil mengembangkan koperasi SPI yang memiliki asset Rp 1,2 Milyar.

“Koperasi SPI ini bernama Koperasi Kijang Mas yang telah ada sejak tahun 1996. Dengan Sisa Hasil Usaha (SHU) rata-rata sebesar Rp 80 juta setiap tahunnya, koperasi ini benar-benar mampu memperbaiki taraf hidup petani sekitarnya“ ungkap Wagimin denganbangga.

“Ke depannya tantangan yang dihadapi petani akan semakin banyak sehingga kita harus memperkuat dan menggalang kekuatan kaum tani. Hanya dengan gerakan tani yang kuat, petani akan memiliki posisi tawar yang kuat juga, baik dari segi politik maupun dari segi sosial”, ungkap Wagimin.

ARTIKEL TERKAIT
Menegaskan kembali ekonomi kerakyatan
Petani Perempuan Ibu Kedaulatan Pangan
Kemenangan Benih Rakyat atas Dominasi Global
Undang-Undang Perkebunan Mengancam Lahan Petani Undang-Undang Perkebunan Mengancam Lahan Petani
BERIKAN KOMENTAR ...

INFO TERBARU