JAKARTA. Serikat Petani Indonesia (SPI), Aliansi Petani Indonesia (API), Wahana Masyarakat Tani dan Nelayan Indonesia (WAMTI), serta Ikatan Petani Pengendali Hama Terpadu Indonesia (IPPHTI) yang tergabung dalam Badan Musyawarah Tani Indonesia (BAMUSTANI) menyelenggarakan diskusi publik dan musyawarah nasional yang diadakan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Jakarta, Kamis (20/04). Acara ini juga dilakukan untuk memperingati Hari Hak Asasi Petani yang setiap tahunnya jatuh pada tanggal 20 April.
Ketua Umum SPI Henry Saragih menyampaikan, tepat pada tanggal 20 April 2001, hak asasi petani pertama kali dideklarasikan dalam sebuah kongres oleh SPI bersama ormas dan lembaga lainnya di Cibubur, Jawa Barat.
“Untuk itulah SPI bersama kaum tani se-Indonesia memperingatu 20 April sebagai Hari Hak Asasi Petani Indonesia untuk menjadi momen aksi dan refleksi terkait perkembangan dalam pemenuhan hak asasi petani,” kata Henry.
Tema yang diusung pada diskusi dan musyawarah ini adalah “Pemajuan Hak Asasi Petani melalui Reforma Agraria untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan”, yang mewakili arah perjuangan BAMUSTANI dalam mengawal perkembangan pemenuhan Hak Asasi Petani beserta upaya-upaya yang sejalan, khususnya reforma agraria yang menjadi instrumen utama demi tegakknya kedaulatan pangan.
“Kegiatan ini berfokus untuk mengevaluasi sejauh mana pemenuhan hak asasi petani di Indonesia dan merancang langkah-langkah strategis yang akan ditempuh demi terpenuhinya hak asasi petani secara total,” sambung Henry. Acara di buka oleh Ketua MPR Zulkifli Hasan, yg sekaligus sebagai key note speaker. Kemudian dilanjutkan dengan diskusi publik yang menghadirkan, Nurcholis (Ketua KOMNAS HAM), Prof. Ahmad Erani Yustika (Direktur Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa), Budi Suryanto (Direktorat Jenderal Penataan Agraria), Viva Yoga Mauladi (Wakil Ketua Komisi IV DPR RI), Gunawan (Indonesian Human Rights Committee for Social Justice) serta Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementerian Pertanian.
Kegiatan dilanjutkan dengan musyawarah nasional petani yang berfokus untuk mengevaluasi sejauh mana peran pemerintah dalam memenuhi dan melindungi hak asasi petani di Indonesia dan menetapkan konsep-konsep yang relevan demi terlaksananya reforma agraria.
Penyelenggaraan kegiatan ini sekaligus menjadi reaksi terhadap maraknya konflik-konflik agraria di Indonesia akhir-akhir ini yang membuat petani menjadi korban. Meskipun ada regulasi yang memayunginya, yakni UU. No. 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, petani dirasa tetap tak terlindungi dan tak berdaya dari tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh pihak korporasi. Hal tersebut dapat dilihat dari penggusuran lahan pertanian petani di Kendal, persiapan penggusuran di Desa Sukamulya dan Pasir Datar Kabupaten Sukabumi, bahkan penggusuran lahan dan rumah petani yang telah terjadi di Desa Mekar Jaya, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara yang menyebabkan para petani kehilangan sumber penghidupan dan tempat bernaung.
“SPI bersama BAMUSTANi akan terus berjuang agar hak asasi petani dijalankan dan melaksanakan langkah-langkah konkrit agar dapat dijalankannya reforma agraria demi terwujudnya kedaulatan pangan,” tutup Henry.