JENEWA. Komite Dewan Penasihat HAM (Hak Asasi Manusia) PBB (Perkumpulan Bangsa-Bangsa) telah memasuki sesi ketujuhnya pada 8-12 Agustus yang lalu. La Via Campesina bersama beberapa jaringan lainnya seperti FIAN (Foodfirst Internasional Action Network) dan CETIM (Centre Europe – Tiers Monde) kembali berinisiatif memperjuangkan Hak Asasi Petani menjadi sebuah konvensi internasional.
Dalam sesi tersebut, Muhammad Ikhwan yang mewakili La Via Campesina, menyampaikan La Via Campesina mendukung rekomendasi dari studi awal dari Dewan HAM PBB yang memberikan perhatian lebih untuk reformasi agraria sejati dan mengakui hak atas tanah dalam hukum HAM internasional, bahwa tanah tidak dapat diserahkan kepada mekanisme pasar dan para spekulan.
“Saat ini, kami juga mengikuti dengan cermat negosiasi antar negara dalam “Pedoman FAO tentang Pemerintahan yang Bertanggungjawab Terhadap Penguasaan Tanah, Perikanan dan Kehutanan (FAO Voluntary Guidelines on the Responsible Governance of Tenure of Land, Fisheries and Forests)” dan percaya bahwa pedoman ini dapat menjadi instrumen berguna jika berakar kuat dalam hukum HAM internasional. Meskipun demikian, selama negosiasi pada bulan Juli lalu, ada pertentangan dari beberapa negara untuk mengkaji ulang kewajiban mereka yang berhubungan dengan tanah, perikanan dan hutan. Mereka khawatir bahwa pedoman tersebut menciptakan kewajiban baru atau menjadi terlalu preskriptif, sehingga banyak pemerintahan yang berusaha untuk melemahkannya melalui permainan bahasa dan rekomendasi. Hal ini menunjukkan bahwa ada kebutuhan mendesak bagu sistem HAM PBB untuk memperjelas hak-hak manusia dan aspek isi normatif dari hak atas tanah dan sumber daya alam lainnya,” papar Ikhwan di depan para peserta sesi ke-7 Dewan HAM PBB.
Dalam sesi tersebut, Muhammad Ikhwan, yang juga Ketua Departemen Luar Negeri, Serikat Petani Indonesia (SPI) juga menyampaikan agar Komite Penasehat tetap meneruskan studi ini sebagaimana yang diamanatkan dalam resolusi Dewan HAM PBB pada hak atas pangan.
“Petani dan mereka yang bekerja di daerah pedesaan terus menjadi korban pertama dari kelaparan dan pelanggaran hak asasi manusia. Instrumen HAM internasional yang ada saat ini jelas tidak cukup untuk menjamin perlindungan hak asasi mereka,” tambahnya.
Sementara itu, Sofia Monsalve dari FIAN menyoroti pentingnya hak atas tanah bagi petani. Dia menyampaikan bahwa hak atas tanah adalah hak dasar petani.
“Hak atas tanah juga tercantum dalam hukum Hak Asasi Manusia. Oleh karena itu, kita harus membangun sejarah dan kemajuan bagi hak atas tanah terhadap petani,” sebutnya.
Jose Bengoa, anggota Komite Penasihat menambahkan bahwa petani di seluruh dunia harus melakukan mobilisasi, mendukung langkah penting untuk kemajuan hak dasar mereka.
“Oleh karena itu kita harus meyakinkan pemerintah di masing-masing negara bahwa saat inilah waktu yang tepat untuk mendukung kaum petani, dan membuat intstrumen baru untuk melindungi hak asasi petani dan mengakui hak atas tanah sebagai bagian dari hukum HAM internasional,” ungkap Jose.