SLEMAN. Diinisiatifi oleh Mubyarto Institute dan Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (Pustek) Universitas Gajah Mada (UGM), Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Serikat Petani Indonesia (SPI) bergabung dan aktif di Sekolah Tani Muda di Sleman, Yogyakarta.
Tri Haryono, Ketua Badan Pengurus Wilayah (BPW) SPI Yogyakarta menyampaikan, di angkatan ke-4 yang sudah berjalan sekitar empat bulan, SPI aktif dalam kegiatan ini.
Tri memaparkan, peserta dari sekolah ini adalah kaum muda, baik itu mahasiswa-mahasiswi ataupun pemuda tani.
“SPI terlibat secara penuh mulai di angkatan ke-4 ini, saat ini pesertanya keseluruhan adalah mahasiwa-mahasiswi yang 90 persen dari Universitas Islam Negeri (UIN) Yogyakarta, dan 10 persen berasal dari kampus lainnya,” papar Tri di Yogyakarta (02/02).
Tri menjelaskan, sekolah ini terbagi ke 14 kali pertemuan, setiap Jumat sore, yang terdiri atas 6 kali pertemuan tentang teori, 4 kali pertemuan tentang praktek, dan 4 kali pertemuan berupa “live in” bersama petani langsung di desanya.
“Lokasi belajar ada yang di Pondok pesantren Mursidul Hadi, Ploso Kuning, Kecamatan Ngaglik, Sleman, Yogya, ada yang di kampus UIN Sunan Kalijaga, sedangkan untuk kegiatan live in dan praktek bersama petani anggota SPI,” kata Tri.
Mengenai kurikulum, terdiri atas kondisi pertanian Indonesia, politik pertanian Indonesia, teknik pertanian agroekologi yang ramah lingkungan, kelembagaan petani, pengorganisiran masyarakat, jurnalisme, koperasi, dan pemasaran, teknik pasca produksi, dan lainnya.
“Yang pasti, peserta yang ikut disini tidak ada dikutip biaya apa pun, begitu pula pengajar-pengajarnya yang sebagian besar petani SPI juga tidak dibayar. Alhamdulillah, untuk modul-modul materi, pendanaanya didukung penuh oleh pihak UIN,” tutur Tri.
Tri melanjutkan, tidak ada syarat khusus buat mereka yang ingin ikut di Sekolah Tani Muda.
“Meski demikian, kami punya beberapa kriteria bagi calon peserta, salah satunya adalah harus punya punya keinginan kuat untuk memahami dunia pertanian, mulai dari teori, praktek, hingga politik pertanian,” sambungnya.
Tri menambahkan, semoga sekolah tani muda yang dilaksanakan dua kali setahun ini mampu meningkatkan ketertarikan generasi muda terhadap dunia pertanian yang saat ini semakin ditinggalkan oleh mereka.
“Kami optimis para peserta setidaknya akan lebih tertarik ke pertanian. Misalnya saja ada salah seorang peserta yang mengatakan ke saya kalau ternyata dengan bertani bisa juga mendapatkan penghasilan yang tidak kalah dengan pendapatan PNS atau karyawan swasta, asalkan dimanajemen dan menggunakan sistem pertanian yang pas, yang ramah lingkungan, dan tidak tergantung kepada input kimia dari perusahaan-perusahaan,” tambahnya.