Pembukaan impor daging ayam yang tertuang dalam keputusan Menteri Pertanian berpotensi mematikan peternak ayam dalam negeri. Dalam jangka panjang, liberalisasi perunggasan akan mematikan peternak dalam negeri. Saat ini saja asupan dalam produksi unggas dikontrol perusahaan-perusahaan transnasional seperti Charoen Phokpan, Japfa, dan Sierrad. Perusahaan-perusahaan tersebut mengontrol harga Day Old Chiken (DOC), pakan, vaksin, dan obat-obatan. Peternak tidak memunyai posisi tawar yang wajar dihadapan perusahaan-perusahaan tersebut. Dengan diliberalisasikan impor daging ayam, tekanan terhadap peternak semakin berat. Di sisi produksi harga asupan semakin tinggi di sisi pasca produksi serbuan daging impor semakin merajalela.
“Dibukanya keran impor daging ayam ini merupakan agenda neoliberal untuk meliberalisasi pasar pangan dan pertanian di Indonesia. Pihak yang paling dirugikan adalah peternak kecil, karena impor ini dibuka ditengah naiknya harga pakan. Pemerintah sepertinya lebih memilih untuk menuruti tekanan internasional dibanding melindungi peternak dalam negeri. Jelas, impor kali ini merupakan sebuah sarat untuk melanjutkan kembali perundingan perdagangan bebas di WTO,” jelas Henry.
Fenomena liberalisasi pasar pangan dan pertanian ini tidak terlepas dari lanjutan agenda putaran Doha yang sedang di godok di Organisasi Perdangan Dunia (WTO). Setelah sempat mengalami kemandekan karena alotnya negosiasi di sektor pertanian, WTO berusaha kembali melanjutkan agendanya. Terakhir, pada pertemuan Cairns Group yang dilaksanakan di Bali 7-9 Juni lalu, negara-negara pengekspor pangan utama menyatakan komitmenya untuk meliberalisasi pasar pangan dan pertanian dalam rangka melanjutkan kembali putaran Doha.
Untuk memenuhi konsumsi daging ayam dalam negeri, pemerintah seharusnya tidak terjebak dalam skema perdagangan bebas. Ditengah tingginya angka pengangguran dan kemiskinan, pemerintah mau tidak mau harus mengembangkan industri unggas dalam negeri yang melibatkan lebih dari 5 juta peternak. Pemerintah harus berani mengatur agar industri hulu perunggasan yang sudah mengarah pada oligopoli pasar, mengingat industri hulu perunggasan Indonesia sudah terlalu didominasi oleh perusahaan-perusahaan besar.
Sesuai dengan program revitalisasi pertanian, pemerintah harusnya mengedepankan prnsip-prinsip kedaulatan pangan dalam pembangunan pertanian di Indonesia. Yakni, mengupayakan perilindungan kepada peternak kecil dari serbuan pasar global, berorientasi pada pemenuhan pasar domestik dan membangun industri nasional yang tangguh.